Siapa masih rutin buka
Facebook? Saya! Setiap hari saya masih buka jejaring sosial yang satu itu,
meski jarang banget posting –kecuali berbagi tautan, hehehe. Kemarin pas buka,
saya lihat ada tautan blog milik senior di kampus (dulu). Beberapa kali memang
saya mampir ke catatan pribadinya dan kemarin, di sela tenggat waktu yang bikin
puyeng, saya kembali berkunjung. Satu catatannya yang teringat sampai sekarang adalah tentang suara jahat dan
suara baik.
Belakangan ini, rasanya sulit sekali bikin hidup jadi
positif. Jelaslah, karena ada berbagai alasan yang membuat semua hal negatif tak
segera lelah berputar-putar di otak. Layaknya melodi musik, suara-suara jahat
itu mengawang di otak bagian belakang. Bolak-balik saja, seperti nggak ada pekerjaan. Dan ia makin bergemuruh ketika ada satu orang lagi yang
mengundurkan diri dari kantor, respon negatif, atau hal semacamnya. Dia, yang bergemuruh itu,
rajin memanas-manasi saya untuk mundur juga dan menyerah karena lelah tak
terkira. “Sudahlah, berhenti saja, apalagi yang kau perjuangkan?”
begitu kurang lebih ujarnya. Dan butuh beberapa tarikan napas panjang untuk
mengusirnya dan meyakinkan diri jika saya masih sanggup dan memang ingin mencapai
destinasi yang ditetapkan sebelumnya. Itupun tak serta merta hilang.
Jejaknya masih saja ada dan kerap bertambah dalam di waktu-waktu tertentu.
Lalu, suara-suara baik pun tak kalah ramai ingin ikut serta.
Dia datang untuk membantu menyeimbangkan –atau melawan- suara negatif yang sudah
hadir duluan. Suara itu hasil sinergi dari logika, rasa nyaman, dan semangat
dari dunia luar. “Coba bertahan sedikit lagi. Hingga sampai di garis akhir yang
kau damba,” sahutnya ketika suara jahat mulai muncul. Seringnya, suara baik
yang menang dan saya kembali bangkit dengan sikap siaga. Seperti Usain Bolt
sebelum bertolak mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari di lintasan.
Hingga kini, pergulatan batin –dan suara- itu tak pernah
luruh sepenuhnya.
Jakarta, le 12
Septembre 2014 et 14 Octobre 2014