Tuesday, October 14, 2014

Suara Sunyi

Siapa masih rutin buka Facebook? Saya! Setiap hari saya masih buka jejaring sosial yang satu itu, meski jarang banget posting –kecuali berbagi tautan, hehehe. Kemarin pas buka, saya lihat ada tautan blog milik senior di kampus (dulu). Beberapa kali memang saya mampir ke catatan pribadinya dan kemarin, di sela tenggat waktu yang bikin puyeng, saya kembali berkunjung. Satu catatannya yang teringat sampai sekarang adalah tentang suara jahat dan suara baik.

Belakangan ini, rasanya sulit sekali bikin hidup jadi positif. Jelaslah, karena ada berbagai alasan yang membuat semua hal negatif tak segera lelah berputar-putar di otak. Layaknya melodi musik, suara-suara jahat itu mengawang di otak bagian belakang. Bolak-balik saja, seperti nggak ada pekerjaan. Dan ia makin bergemuruh ketika ada satu orang lagi yang mengundurkan diri dari kantor, respon negatif, atau hal semacamnya. Dia, yang bergemuruh itu, rajin memanas-manasi saya untuk mundur juga dan menyerah karena lelah tak terkira. “Sudahlah, berhenti saja, apalagi yang kau perjuangkan?” begitu kurang lebih ujarnya. Dan butuh beberapa tarikan napas panjang untuk mengusirnya dan meyakinkan diri jika saya masih sanggup dan memang ingin mencapai destinasi yang ditetapkan sebelumnya. Itupun tak serta merta hilang. Jejaknya masih saja ada dan kerap bertambah dalam di waktu-waktu tertentu.

Lalu, suara-suara baik pun tak kalah ramai ingin ikut serta. Dia datang untuk membantu menyeimbangkan –atau melawan- suara negatif yang sudah hadir duluan. Suara itu hasil sinergi dari logika, rasa nyaman, dan semangat dari dunia luar. “Coba bertahan sedikit lagi. Hingga sampai di garis akhir yang kau damba,” sahutnya ketika suara jahat mulai muncul. Seringnya, suara baik yang menang dan saya kembali bangkit dengan sikap siaga. Seperti Usain Bolt sebelum bertolak mengerahkan seluruh tenaganya untuk berlari di lintasan.

Hingga kini, pergulatan batin –dan suara- itu tak pernah luruh sepenuhnya.

Jakarta, le 12 Septembre 2014 et 14 Octobre 2014