Sampai kapan kamu akan terus egois?
Satu pertanyaan itu terus terngiang-ngiang di telinga saya sejak beberapa waktu lalu. Dan berkutat terus saja di kepala saya hingga seperti menghantui hari-hari saya. Tidak, memang tidak ada siapapun yang bertanya seperti itu pada saya. Pertanyaan itu muncul begitu saja.
Rupanya saya, si mahasiswa tingkat akhir yang tugas akhir-nya tidak kunjung berakhir ini, mulai merasa semua ini harus diakhiri. Singkat kata, saya merasa sudah waktunya saya LULUS. Hahaha. Kamana wae atuh karek ngarasa ayeuna? Tapi memang dimana kaitannya ‘lulus’ dan ‘egois’?
Entah dimana, entah benar atau tidak, pokoknya saya merasa egois dengan tidak segera lulus. Egois pada ibu saya, keluarga saya, lingkungan saya, teman-teman saya, dan lain-lainnya.
Saya tentu egois pada ibu saya karena beliau yang masih membiayai segala macam, tetek bengek, yang saya inginkan dan butuhkan. Dan karena saya belum segera lulus, pastilah beliau masih memikirkan hidup saya yang belum jelas akan bagaimana. Tentulah ia khawatir karena belum bisa memikirkan dan menabung untuk masa tuanya nanti. Tentulah ia khawatir masih harus membiayai ini-itu-ina-itu. Tentulah ia khawatir karena tugasnya menyekolahkan anaknya hingga lulus perguruan tinggi seperti belum purna betul. Tentulah ia khawatir karena anaknya belum bisa memberikan kebanggaan apapun untuk dirinya. Tentulah ia khawatir takut anaknya stress karena tugas akhir-nya tidak kunjung berakhir. Tentulah ia khawatir harus membiayai pengobatan anaknya yang sering kambuh sakitnya. Tentulah ia khawatir karena anaknya memilih bermain daripada mengerjakan skripsinya. Tentulah ia khawatir anaknya hanya bekerja untuk dirinya sendiri. Tentulah ia khawatir anaknya masih bertingkah egois. Tentulah ia khawatir. Dan selama ini, saya egois sekali tidak mengambil pusing atas kekhawatirannya yang (mungkin) mengkhawatirkan saya. Walaupun kekhawatirannya itu tidak pernah terucap.
Dan saya egois pula karena belum bisa membantu adik-adik saya yang masih sekolah, belum bisa berikan mereka tambahan uang jajan, belum bisa mengenalkan pada mereka hal-hal asyik dan unik di belantara dunia, belum bisa ajak mereka pelesiran kemana mereka mau. Belum bisa belikan bude-pakde-om-dan-tante barang satu lembar baju, padahal mereka sudah bantu ini-itu-ina-itu banyak sekali. Lalu saya egois karena belum mau kunjungi eyang tersayang yang masih sakit. Ah, memangnya saya ini egois selama ini. Hanya memikirkan diri sendiri. Hanya memikirkan kesenangan diri sendiri. Hanya ingin bermain dan terus bermain. Hanya bermalas-malasan.
Betapa jika saya lulus secepat-cepatnya, saya akan mengubah hidup beberapa orang, minimal orang-orang di sekitar saya. Betapa jika saya lulus secepat-cepatnya, saya mungkin bisa pergi kesana-kemari dan melakukan sedikit hal untuk lingkungan saya. Sedikit saja.
Dan lonceng di dalam kepala saya pun semakin keras berbunyi, menyadarkan untuk tidak larut dalam keegoisan yang semakin menjadi-jadi. Sudah waktunya saya lulus dan keluar dari cangkang ini, dari lingkungan ini, dari orang-orang ini.
Jadi kapan mau lulus?
-stuck bab 1-
No comments:
Post a Comment