Saturday, September 11, 2010

Ijik Rodok Rompal!

Hey, siapa menteri atau pejabat Departemen Perhubungan atau Pekerjaan Umum yang pernah bilang sarana dan prasarana untuk mudik Lebaran 2010 telah siap-sesiap-siapnya? Sini Pak, Bu, saya bawa kau menyusuri Jalur Pantai Utara Jawa, mungkin mau tahu apa yang saya lalui ketika perjalanan mudik menemui Eyang dan saudara-saudara di kampung jauh.

Perjalanan mudik tahun ini, kemungkinan besar, adalah perjalanan mudik terlama yang pernah saya tempuh. Setidaknya selama dua-puluh tahunan saya pernah mudik. Bayangkan saja, jika perjalanan normal Bandung-Cepu bisa ditempuh dengan 13 jam saja. Maka kali ini, perjalanan Bandung ke daerah perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur itu saya tempuh selama dua-puluh-delapan jam. OH EM JI.

Baiklah, mungkin kesalahan, selain ada pada Bunda Dorce, juga ada pada ibu saya dan saya yang memilih mudik di penghujung Ramadhan – dua hari sebelum Lebaran. Macet dimana-mana, ya risikolah. Tapi jika sampai 28 jam? Itu sudah gila namanyaaaaa. Sintiang.

Apa rupanya yang menjadikan perjalanan mudik itu menjadi begitu lama? Selain kealpaan internal yang telah saya sebutkan tadi, tentunya ada pula kealpaan eksternal. Dan itu adalaaaaahh.. infrastruktur yang tidak mumpuni untuk menanggung beban kendaraan yang begitu banyaknya. Banyak jalanan rusak: bergelombang, bolong-bolong, dan sedang diperbaiki.

Maka saya katakan, bohong besar jika petinggi-petinggi negara ini bilang jalur mudik, terutama Pantura, sudah laik guna. Oh, Pak, Bu.. bohong belakakah itu? Rupanya hanya naik pesawat saja kerjamu itu ya? Atau lebih baik menyalahkan kuantitas pemudik yang begitu banyak dan tumplek-tublek di jalanan itu dalam waktu yang bersamaan?

Perjalanan dari Bandung ke Majalengka saja, kemarin itu, butuh waktu dua belas jam. Macet di sana-sini, Pak, Bu. Jalur yang seharusnya bisa dua arah menjadi hanya satu arah karena kerusakan jalan dan penumpukan kendaraan. Maka itu, di Paseh itu, bis kami berhenti tiga jam. Tanpa maju satu centimeter pun, apalagi satu inch, tidak sama sekali. Malah sang supir bisa mematikan mesin dan berjalan-jalan dulu bertanya-tanya apa rupanya sumber kemacetannya?

Kemacetan itu berakhir pula, Haleluya, Alhamdulillah, ketika kami sampai di Cirebon. Tapi, tunggu dulu, di tol yang konon dimiliki keluarga Bakrie itu, macet pula. Oh, benar-benar jalan bebas hambatan. Brebes, Batang, Purwodadi, semuanya macet. Berjam-jam saja kami duduk diam di bis tanpa bisa melakukan apa-apa. Bisnya diam saja, tidak segera bergerak. Cuma penumpang-penumpang saja angkat pantat karena segera tepos dan penasaran apa pasal yang bikin bis berhenti.

Dan masalahnya rata-rata hampir sama. Jalanan-jalanan itu belum purna diperbaiki. Hingga bis-bis, mobil-mobil, motor-motor harus bersabar berjalan pelan-pelan untuk melaluinya. Dan kadang harus menunggu giliran karena bergantian dari arah yang sebaliknya. Mereka yang lewat situ, terpaksa menunggu, menghela nafas, dan menghentikan lelah demi bertemu sanak saudara yang entah jauh atau dekat. Padahal entah sudah berapa lama mereka menempuh perjalanan itu.

Jalanan itu bergelombang dan bolong-bolong. Seperti jalanan Bandung, yang tak habis kami bicarakan, yang tak bisa dilalui oleh sembarang kendaraan. Karena khawatir terjungkal atau, minimal, ban meletus. Oh, Bapak.. kemanakah waktu setahun yang kau bilang benar bisa digunakan memperbaiki jalur-jalur itu? Sepanjang tahun, sepanjang saya selalu lewat situ, selalu begitu saja. Tak juga baik, tak juga layak, apalagi indah. Sama sekali tidak. Jalur utama Pantai Utara, misalnya jalan baru di Alas Roban, itu juga ndak bagus-bagus amat kok , Pak. Ijik rodok rompal (baca: masih agak somplak).

Masalahnya Pak, Bu, buat saya yang kampunya di Cepu dan mudiknya naik bis, kami tidak bisa milih jalur, yang misalnya kata Bapak jalurnya atau jalannya sudah bagus. Masalahnya, bagi sebagian orang, jalanan itu, yang jelek-jelek, rompal, bergelombang, dan berbatu itu adalah satu-satunya jalan menuju kampung halaman.

Dan oh, kenapa nggak ada kereta langsung menuju Cepu dari Bandung, yang tanpa berhenti dan ganti kereta dulu di Semarang? #uuuuuuuu.

Eh, Pak, Bu, bukan dikorupsi kan itu uang perbaikan jalan? Pasti bukan. #optimis


Cepu, le 11 Septembre 2010.

Mengenang dua puluh delapan jam perjalanan Bandung – Cepu.

2 comments:

  1. mau ketawa,,tapi ah kasian si elu,,pulang bandung ga 28jam lagi kan???;p

    ReplyDelete
  2. bahahahaa. keknya perjalanan mudik tahun lalu uda cukup menyiksa lo dengan 24jam itu di, ternyata tahun ini, 28 JAMMMMMMILAAAHHHH KURANG MONTOK. haleluya deh..

    baca ini, yg ada di pikiran gw: I wish we could do something about it. Tp kita cuma bs menyampaikan aspirasi beginian nih nih nih.

    ReplyDelete