Wednesday, July 28, 2010

Jadi Gimana?


Perbincangan bersama beberapa teman, yang mengeluhkan teman yang lain, adalah hal yang rutin dilakukan. Sudah menjadi kebiasaan, seperti itu rupanya. Bergunjing? Bisa dibilang begitu. Daripada disimpan saja dalam hati dan mengerak tak selesai. Lebih baik membaginya dengan teman-teman yang bisa mengerti. Tapi, ya pilih-pilih teman juga untuk bercerita. *anggapan yang keliru, tentunya. :p

Perbincangan mengenai beberapa orang tidak akan ada habisnya. Kadang pembicaraan itu mengenai kebaikan hati, tapi yang sering malah mengenai kekesalan tentang seseorang, yang seperti tak habis-habis. Beragam sifat dan cara pikir masing-masing orang, menjadikan acapkali ada perbenturan. Hingga terkadang bingung sendiri bagaimana sifat dan cara pikir si orang tersebut. Yang kadang, tak masuk di akal saya. Entah kapasitas otak saya yang terlalu kecil atau saya terlalu bebal untuk menerima perbedaan. Atau bisa jadi malah karena alasan yang terakhir, memang orang-orang itulah yang “aneh” dengan cara pandang yang “aneh”. Bolehkah membeli label demikian? Bung Johnny Depp yang aktingnya ciamik itu pernah bilang, “I am doing things that are true to me, the only thing u have a problem is being labeled.”

Ah, interpretasikan saja sendiri ya..

Jika mulut telah sampai berbusa membicarakan kelakuan yang aneh-aneh, tidak jarang malah menjadi beban pikiran. Mengapa demikian? Yang pertama karena memikirkan kenapa ada orang yang berpikir demikian dan memiliki polah demikian. Yang kedua, bagaimana jika polah tersebut merugikan orang lain dan merugikan orang lain? Yang ketiga, yang paling penting, adalah am I one of them? Ketiga hal tersebut memang tidak penting, bisa dibilang begitu. Fungsinya hanya satu, memacu otak supaya berpikir: berpikir tidak penting dan lama-lama malah menjadi beban pikiran. Hahaha. Aneh.

Selama ini, saya berusaha menjadi orang yang apa adanya. Walaupun pada suatu ketika saya dipaksa menjadi orang baik. Tapi toh paksaan itu, seringnya, berasal dari dalam diri saya. Jadi tidak masalah, saya kira. Jadi, saya tetap berupaya menjadi saya.

Nah, masalahnya adalah apakah perilaku-perilaku saya selama ini, ketika saya sedang menjadi saya, merugikan orang lain? Adakah mereka yang di belakang sana, yang tidak terlihar dan tidak tertangkap di radar mata saya, memperbincangkan laku saya, yang mungkin juga menurut mereka adalah hal yang aneh dan di luar batas kewajaran? Apakah mereka menjadikan saya objek yang demikian hingga mengisi pertemuan dan perbincangan mereka, misalnya in negative way. Oh God, memikirkan satu orang yang demikian saja terasa cukup membingungkan.

Tapi ya apa mau dikata, agak tidak mungkin kalau tidak ada satu orang pun yang membenci saya. Bencinya tidak sampai ke ubun-ubun memang, tapi cukup saja dia tidak menyukai polah saya, setitik pun. Tidak bisa juga kita memaksakan semua orang untuk menyukai semua tingkah polah saya. If you’re too blind to see what is wrong with me, maybe you’re deeply in love with me. Hahaha.

Oh, saya jadi ingat ketika masih SMA (baca: masih muda). Setiap hari ada giliran muhasabah. Jadi setiap hari kami diberi kertas kosong berukuran kecil. Setiap hari pula, diundi siapa yang akan kena giliran muhasabah. Kemudian di kertas kosong itu boleh ditulis apa yang disuka dan tidak disuka dari teman yang sedang kena giliran muhasabah. Memang sih, tidak disebutkan siapa yang sebal dengan siapa atau siapa suka dengan senyum manis siapa. Tapi, itu kan teman sekelas, mudah sekali dilacaknya. *tapi nggak penting juga dilacak. Yang penting, tahu apa yang negatif dan positif dari diri saya.* Itu menyenangkan, mengetahui respon orang-orang. Kadang senang karena dipuji, kadang gondok setengah mati karena banyak juga yang jawabannya asal. Atau merasa sedih dan berpikir tak henti jika ada yang bilang sebal. Saya pernah dapat, beberapa masih saya simpan.

Dengan segala kerendahan hati, saya minta maaf jika ada yang tidak suka pada tingkah polah saya selama ini. Dan berikanlah pencerahan, apa yang kamu tidak suka pada saya dan bagaimana saya harus mengurangi atau menghilangkannya? :D

Tulus loh saya bilang begitu. Tapi kalau boleh tetap munafik, supaya tetap terasa Indonesianya, saya mungkin juga punya standar ganda. Untuk beberapa orang, I know that you hate me and I let you to do that. Because, vice versa. I hate you too, darling. Hahaha. Maksudnya, bisa jadi saya benci apa yang kamu lakukan dan saya diam saja, kadang saya hanya harus berjarak dengan kamu. Seperti begitu.

Yang pasti dalam doa, saya selalu berucap bahwa saya tidak ingin menjadi The Hater. I want a be a lover, tapi masalahnya tidak selalu berhasil. Saya akui itu. Boleh juga saya sadari bahwa selama ini, selama saya apa adanya, selama saya baik, berusaha menjadi baik, ataupun buruk, I am not everybody’s sweetheart. If you get what I’m trying to say.

Yang penting sih, kalau saya suka dengan yang pasti-pasti. Kalau kata Coldplay, if you love me, won’t you let me know? So does with the hate. If you hate me, won’t you let me know? Fair enough kan?

So, what’s your decision about me? :D


image from: www.dreamstime.com

3 comments:

  1. huahahahahahahah,,gw teringat muhasabah di mana sobatnya nene nyuruh gw menjauhi langkah2 setan!!!!antara geli dan agak sedikit kesel!!!!emang gw seburuk itu ya sampai harus menjauhi langkah2 setan???

    huahahahhaha,

    ReplyDelete
  2. gw benci ama suara lo! jauh2 lo dari guee! *jambak2an.


    >> saat lo atau gw sedang membicarakan orang lain, toh di dinding sebelah juga lagi ngomongin lo atau gw. heheheeee... tp intinya ketika tdk suka dgn org tertentu, jika konteksnya tepat, jgn ragu utk mengutarakan ke orang tsb. blj dr seorang tmn yg sering gw omeli, kejujuran membuat dia lebih menghargai kritik orang lain thd dirinya. jadi, kalo gw mo jujur, gw ga suka dengan kebiasaan lo nunda2 usmas. HAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAAA.. untung uda mo kelar!

    ReplyDelete
  3. @bening, sobatnya nene siapa mbok?

    @kenyokania, hahahaha.. kata siapa emang udah mau kelar? *makin sebel*

    ReplyDelete