Kamis lalu, setelah bergulat dengan macet yang menyesakkan dada pas pergi ke
tempat liputan, saya memutuskan untuk bertemu seorang teman sebelum pulang ke
kosan. Teman lama yang sudah tua. Hahaha. *dikeplak* Dia tinggal di Bogor dan
tak setiap hari datang ke Jakarta. Pekerjaannya sebagai pekerja lepas di sebuah
media bertema teknologi bikin dia lebih pilih ngendon sendirian di rumah.
Sebelumnya, kami sempat janjian untuk bertemu karena saya berniat mengembalikan
barang yang saya pinjam berbulan-bulan lalu. Tapi sulit sekali rupanya
mencocokkan jadwal kuli-kuli ini. Beberapa kali janjian tapi tak pernah
terlaksana.
Saya ingat nyeletuk, "Aduh, maaf ya, aku ngeluh terus." Lalu dia
jawab dengan enteng, "Ya, nggak apa-apalah sekali-sekali ngeluh, nggak bayar
ini kan?" Dan saya senang karena dia bilang begitu.
Selama ini, saya berusaha tak mengeluh, jikapun berkeluh-kesah, dalam hati saja. Tak usah diungkapkan. Meski kadang berhasil, kadang juga tidak, karena godaan untuk melakukannya terlalu besar. Kerjaan yang nggak selesai-selesai, teman-teman yang menjengkelkan, cucian yang nggak kering-kering, ibu yang susah diajak bicara, sepatu yang rusak, dan lain-lainnya. Banyak banget hal yang bisa bikin saya mengeluh setiap hari! Namun, dengan disertai akal jernih, saya sebisa mungkin menyimpan keluhan itu dalam hati. Kalau sudah tak tahan, teman-teman dekat bakal jadi tempat sampah untuk menampung ocehan-ocehan itu. Tak jarang, yang terjadi juga sebaliknya. Saya mengeluh dalam hati, mereka mengungkapkan keluhannya dan saya langsung bersyukur karena hidup saya tak seribet mereka. Lagipula, terlalu sering mengeluh juga menurut saya nggak asyik karena bikin orang lain terinfeksi, buang tenaga, dan bikin nggak semangat.
Lalu dua orang teman lainnya menyusul dan mereka bikin hari saya tambah menyenangkan. ;)
Bandung, le 21 Juillet 2013
Seperti jamaknya pertemuan-pertemuan sebelumnya,
kami berbagi informasi tentang gadget. Dia memang punya ketertarikan tersendiri
pada benda-benda seperti itu, geek, sedangkan saya juga menulis tentang gadget,
suka pada benda-benda mahal itu, tapi gaptek. Hahahahaha. Pembicaraan berlanjut
ke hal yang lebih serius. Tentang keinginan-keinginan membeli gadget
tapi alokasi dana terlalu terbatas. Maka obrolan malam itu berujung pada
ketidakpuasan kami dengan upah dan kerja yang didapat. Ya, namanya juga anak
muda. Haha.
Selama ini, saya berusaha tak mengeluh, jikapun berkeluh-kesah, dalam hati saja. Tak usah diungkapkan. Meski kadang berhasil, kadang juga tidak, karena godaan untuk melakukannya terlalu besar. Kerjaan yang nggak selesai-selesai, teman-teman yang menjengkelkan, cucian yang nggak kering-kering, ibu yang susah diajak bicara, sepatu yang rusak, dan lain-lainnya. Banyak banget hal yang bisa bikin saya mengeluh setiap hari! Namun, dengan disertai akal jernih, saya sebisa mungkin menyimpan keluhan itu dalam hati. Kalau sudah tak tahan, teman-teman dekat bakal jadi tempat sampah untuk menampung ocehan-ocehan itu. Tak jarang, yang terjadi juga sebaliknya. Saya mengeluh dalam hati, mereka mengungkapkan keluhannya dan saya langsung bersyukur karena hidup saya tak seribet mereka. Lagipula, terlalu sering mengeluh juga menurut saya nggak asyik karena bikin orang lain terinfeksi, buang tenaga, dan bikin nggak semangat.
Tapi malam itu lain, seorang teman malah
mengingatkan kalau kita boleh mengeluh dan berbagi kekhawatiran. Sedikit saja,
sekali-sekali saja. Halal. Gratis pula. Siapa tahu malah bebannya sedikit
berkurang. Dan lalu saya sambut ungkapannya, "That's why i need to talk to
you and the other friends sometimes." Bagaimanapun, saya memang punya
kebutuhan untuk bertemu dengan salah satu dari mereka untuk tetap waras. Dan
lalu ia balas, "Yaelah, kayak baru kenal kemarin deh."
Lalu dua orang teman lainnya menyusul dan mereka bikin hari saya tambah menyenangkan. ;)
saya terlalu banyak melenguh. mooo, ah-ah-ah.
ReplyDelete