Wednesday, June 23, 2010
Itu Sudah
Minggu Pagi di Victoria Park
Banyak orang bertanya pada saya, apakah film “Minggu Pagi di Victoria Park” rame? Well, saya tidak bisa jawab film ini rame atau tidak. Rame sih karena para TKW itu berkumpul , berkerumun di Victoria Park. Oke, maaf kalo jayus. Begini maksudnya, film ini tidak rame, menurut saya. Tapi film ini bagus.
Tidak rame karena memang kita tidak akan menemukan adegan tembak-tembakan di film ini. Tidak ada pula alur yang begitu menegangkan dan membuat jantung berdegup kencang. Tapi film ini bagus. Jadi ya tipikal film Perancis mungkin, tidak rame tapi bagus. Tapi tentu saja masih mending film ini sih daripada film Perancis yang alurnya lambat macam siput itu.
***
Sekar sampai di Hongkong itu karena himpitan ekonomi keluarga. Ia ingin bahagiakan orang tuanya dengan materi berlimpah. Maka ia putuskan untuk menjadi tenaga kerja wanita (TKW). Setahun di Hongkong, ia bisa kirim uang pada keluarganya di Jawa Timur. Dari uang kiriman Sekar, bapaknya bisa memperbaiki rumah. Kini, rumahnya berdinding bata.
Setelah setahun itu, kontraknya habis dan putus. Sedangkan keluarga di rumah tetap butuh sokongan dana darinya. Maka, berbulan sudah ia bekerja serabutan di Hongkong. Menghutang ke kantor kredit dengan bunga tinggi. Tak ada lagi kabar sampai ke rumah orangtuanya di Jawa Timur.
Maka sang ayah, yang menganakemaskan sekar, mengutus sang kakak, Mayang, ke Hongkong. Mayang yang bekerja di perkebunan tebu tidak pernah mengangankan kerja di negeri orang hingga sang ayah memaksanya berlaku demikian. Sejak itu, kepedihan dan amarahnya tersimpan dalam hati.
Dari situlah konflik dimulai. Perjalanan Sekar mencari penghasilan demi hidup dan membayar utang. Dan perjalanan Mayang mencari adiknya, yang seakan lenyap dari pergaulan TKW di negeri tersebut. Perjalanan kedua orang ini berkelindan dengan kehidupan tenaga kerja-tenaga kerja Indonesia yang merantau di tempat yang sama. Dari sini, mata dan hati kita lalu melihat apa yang terjadi di pada mereka yang jauh dari keluarga.
***
Jika kamu pernah menonton "Pertaruhan (At Stake)" produksi Kalyana Shira Foundation yang diputar di bioskop pada 2008 silam, mungkin kamu sudah tidak terlalu kaget dengan apa yang ada di film arahan Lola Amaria ini. Di film ini, adegan percintaan dibiarkan bebas. Percintaan sesama jenis seperti bukan sesuatu yang tabu. Dari beberapa dialog, kita menjadi tahu bahwa standar berpacaran mereka bisa jadi berbeda dengan yang terjadi di Indonesia.
Atau, secara sederhana, penuturan-penuturan tokoh di film ini mengantarkan pada pengetahuan tertentu tentang apa yang terjadi sebenarnya pada TKW-TKW kita. Bagaimana rasanya menjadi miskin dan secara terpaksa untuk mengejar materi di negeri orang, yang sama sekali berbeda bahasa dan budaya. Bagaimana rasanya menjadi tulang punggung keluarga, ketika mereka yang ditulangi itu bisa jadi hanya ongkang-ongkang kaki di rumah dan menunggu kiriman dari negeri timur jauh itu.
Persoalan TKI, atau lebih spesifik lagi TKW, adalah persoalan yang entah kapan bisa selesai. Konflik sosial yang berantai ini tentu lebih penting dari kasus video persetubuhan artis-artis ternama itu. Lebih kurang sama pentingnya dengan kasus Anggodo dan Gayus Tambunan. Ataukah persoalan kemiskinan semacam ini bisa dipecahkan oleh dana aspirasi atau dana desa yang diusung Golkar?
Sebutan pahlawan devisa yang jamak dialamatkan pada mereka tentu saja indah didengar. Tapi nyatanya, mereka juga tidak terbantu apapun dengan julukan itu. Tetap saja mereka “dipalak” di teminal kepulangan mereka di Bandara Internasional Soekarno Hatta. Ternyata masih saja ada mereka yang diperlakukan tidak wajar oleh majikannya. Atau bahkan dilecehkan oleh orang dari negara lain. Maka menjadi penting hal-hal yang dilakukan oleh Gandhi, seorang lelaki dari KBRI yang kerjaannya mengurusi TKI. Di film ini diperankan oleh Doni Damara. Maka menjadi penting bagi mereka untuk berkumpul di Victoria Park pada hari Minggu. Untuk sekedar tahu bahwa banyak orang yang merasa bernasib sama dan bisa bertahan untuk mencari dollar yang bisa sepuluh kali lipat dari penghasilan “pembantu” di Indonesia.
Satu lagi yang terpenting dari film ini, bagi saya, adalah kemampuannya mengingatkan kita bahwa orang yang hidupnya lebih tidak beruntung dibanding kita. You are less miserable than them. Tidak ada waktu untuk mengumpat keluargamu jika mereka masih mau menanggung apa yang kau minta. Bahkan mereka yang harus menanggung beban keluarga mereka. Ketika kita lupa bersyukur dan merasa hidup kita paling menderita sedunia raya, maka jangan lupa bahwa cerita-cerita tentang TKW yang menjadi PSK adalah benar adanya. Tidak dibuat-buat. Tekanan-tekanan yang dirasakan mereka yang merantau jauh itu nyata adanya, walaupun mungkin hanya bisu.
Jadi ayo skripsi. *tetep ujung-ujungnya skripsi.
***
Boleh applause buat Titi Sjuman untuk aktingnya menjadi Sekar. Untuk Lola Amaria yang menjadi Mayang. Boleh juga applause untuk kegantengan Vincent alias Donny Alamsjah. Dan doa selalu menyertai Yati, yang harus memilih bunuh diri karena tekanan-tekanan yang dirasanya. Untuk Sabrang Mowo Damar Panuluh yang bersedia memproduseri film macam ini.
Oh, iya.. bagi yang belum menonton, jangan harap mendapat visualisasi yang terlalu bagus ya. Pengambilan gambarnya sangat identik dengan film dokumenter. Nggak indah seperti film-film fiksi.
Oh iya, kenapa kalo film beginian nggak ditonton menteri ya? Kenapa Laskar Pelangi dan Tanah Air Beta yang ditonton menteri ya?
Saturday, June 19, 2010
You Can Handle It!
- Batasi konsumsi makanan tinggi gula, garam, daging merah, alkohol, kafein (kopi, teh),coklat, dan minuman bersoda.
- Kurangi rokok atau berhenti merokok.
- Makan ikan, ayam, kacang-kacangan, dan biji-bijian. Tapi jangan berlebihan, tetep ada pembatasan.
- Batasi konsumsi susu dan olahan yang mengandung susu.
- Makan sayuran hijau (NAH LOH!) dan meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung asam lemak esensial. Batasi lemak hewani dan lemak dari makanan yang digoreng.
- Konsumsi vitamin B kompleks, vitamin E, kalsium, magnesium, dan omega 6.
- OLAHRAGA, ya intinya aktivitas fisik deh.
- Menghindari dan mengatasi stress
- Menjaga berat badan. Berat badan berbanding lurus dengan PMS. Semakin berat, maka semakin parah PMSnya.
- Catat jadwal siklus haid dan kenali gejala PMSnya.
Till Drop!
Last week, I got a menstruation. Oh well, baiklah, bisa diperhalus sebagai tamu bulanan. Beberapa hari sebelum itu, saya rasakan emosi saya naik turun. Atau tidak naik, tapi hanya turun dan terus menurun. Saya kira itu adalah masalah skripsi yang tak kunjung usai, soalnya dikerjakan juga belum. Hehe. Maka sampai di rumah, saya masuk kamar, matikan lampu, dan bikin playlist lagu-lagu mellow. Playlistnya saja saya beri judul “Till Drop”. Isinya lagu-lagu Sigur Ros atau Tika. Hehe.
Semua hal yang buruk saya pikirkan. Tentang orang itu. Tentang pertemanan. Tentang ini dan tentang itu. Beberapa hari itu, saya adalah orang yang paling beraura negatif di seluruh dunia raya. Di kampus, saya menjadi pendiam, bersikap sinis pada beberapa orang, berargumen, dan hal lainnya.
Beberapa hari setelah itu, bertamulah ia si tamu bulanan perempuan. Tidak seperti biasanya, kali ini diiringi sakit perut menyiksa. Satu hal yang jarang-jarang terjadi pada saya. Ditambah Leno yang beberapa kali mati secara tiba-tiba, tidak bisa ikut berkumpul dengan teman-teman, dan tidak punya uang untuk membeli hal-hal yang saya inginkan, bikin saya merengut kayak marmut. Pokoknya, beberapa hari itu, anggap saja saya bukan temen kalian. You’ll be sorry if you near me, that time.
Ketika saya menjadi orang yang seperti itu, maka saya berdiam saja di rumah. Meminimalisasi kegiatan sosial saja. Saya sebenarnya tidak mau mengakuinya, tapi itulah monster yang mengiringi kedatangan tamu bagi wanita per bulannya. Ia si PMS.
Nah, itulah hal bodoh yang tidak pernah saya sadari. Saya selalu saja terlambat menyadari bahwa si PMS sedang menyerang. Saya tidak suka orang yang sedang PMS, apalagi jika mereka mengambinghitamkan si sindrom itu ketika mereka marah-marah. Uggh, big no no. Tapi, oh hell, saya juga mengalaminya. Saya sebenarnya yakin PMS itu bisa dilawan dengan kekuatan pikiran dan kesabaran.
Bagaimana bisa saya tidak menyadari kedatangan PMS? Entah bagaimana. Hahaha. Saya selalu menyadarinya sebagai mood saya yang sedang buruk. Bilang saja jika ‘id’ saya sedang keluar. Haha. Maksudnya, saya menganggap hal buruk yang sedang ada pada saya adalah hanya sebagai ungkapan kekesalan dan keterbatasan diri yang sedang hadir pada suatu waktu tertentu. Maka itu, saya menarik diri. You can call me as an unsocial, in time like that. Itu terjadi pula kan pada kamu, ketika kamu benar-benar ingin sendiri dan tidak ingin bertemu siapapun, padahal belum masanya PMS. Seperti itulah. Dan memang saya mengalaminya di waktu-waktu tertentu ketika pun saya tidak sedang menstruasi atau PMS. Misalnya saja, ketika mentok ketika mengerjakan skripsi, semuanya jadi terlihat salah kan? (curhat mulu).
****
So, what is PMS? Menurut Om Wiki, PMS (Pre Menstrual Syndrome) adalah kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi terkait dengan siklus menstruasi wanita. Yang bisa saya syukuri dari ini adalah, bahwa saya masih wanita. Hahaha.
Gejala tersebut terjadi menjelang siklus menstruasi wanita. Bisa seminggu sebelumnya atau bahkan dua minggu sebelum si wanita mendapatkan tamu tersebut. Bisa dibayangkan betapa menyiksanya itu pada wanita. Beberapa orang yang saya kenal menjadi sangat foodie ketika siklus ini datang. Segala makanan dilahap, seperti tidak kenyang-kenyang. Ada juga mereka yang benar-benar menjadi monster, senggol dikit bacok. Nggak bangetlah pokoknya. Mereka menjadi musuh komunitas jika sedang begini. BEWARE!
Menurut Om Wiki lagi, penyebab munculnya sindrom ini memang belum jelas. Beberapa teori menyebutkan antara lain karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Teori lain bilang, karena hormon estrogen yang berlebihan. Para peneliti melaporkan, salah satu kemungkinan yang kini sedang diselidiki adalah adanya perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan pengeluaran hormon seks dalam sel. Kemungkinan lain, itu berhubungan dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialami penderita.
Ada hal-hal yang memperberat sindrom pramenstruasi pada seseorang, misalnya saja stress. Nah, jadi mungkin bulan ini, I got my worst PMS ever, ya gara-gara stress itu. Stress belum skripsi. (Yes, skripsi bisa disalah-salahin. :p) Hal lain yang juga mempengaruhi PMS adalah konsumsi makanan dan minuman, kegiatan, dan tentu saja usia. Bisa jadi ketika usia kita bertambah nanti, PMS yang kita rasakan semakin parah.
- PMS tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat haid. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron: hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron. Pemberian hormon progesteron kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa peneliti mengatakan, pada penderita PMS bisa jadi kekurangan vitamin B6 dan magnesium. Penderita PMS A sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi minum kopi.
- PMS tipe H (hyperhydration) memiliki gejala pembengkakan, perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari.
- PMS tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin mengkonsumsi makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang terkadang sampai pingsan. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium.
- PMS tipe D(depression) ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang-kadang muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya PMS tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari selururh tipe PMS benar-benar murni tipe D. PMS tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, di mana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya. Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat membantu mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi bersamaan dengan PMS tipe A.
Oiya, kalau kram perut yang mengiringi menstruasi, tidak termasuk dalam PMS. Walaupun suka nyempil pas kita PMS, kram perut (Dismenorea) ini, Alhamdulillah-nya, cuma muncul sehari atau dua hari menjelang atau pas mens datang. Jadi dia akan segera hilang setelah si darah-darah kotor itu keluar dari tubuh kita. Sedangkan PMS, kadang-kadang dia masih aja ngikut kita kemana-kemana bahkan setelah si mens-nya datang. Mungkin bisa kita bilang, PMS juga sama dengan Pas Menstrual Syndrome. Hahaha. :p
Perempuan selalu punya alasan untuk kemarahan-kekesalan-kemanjaan-dan-kemenyebalkanannya. Menurut literatur yang saya baca, ada juga PMS (post menstrual syndrome). Haha. Bingung kan lo? Nah, berhubung saya lupa pernah baca dimana, maka nanti aja dibahasnya, pas udah nemu lagi literaturnya. Maka, bersiaplah atas emosi yang turun naik atau gejala-gejala lainnya selama sebulan penuh. :p :p
Tapi, semoga sih nggak yaaaaaaaa..
Bandung, le 19 Juin 2010
*sumber: id.wikipedia.org
gambar: http://janninglai.blogspot.com/
Saturday, June 12, 2010
Please deh, Jangan Lebay!
Oke, jadi begini ceritanya, Indonesia sedang dihebohkan dengan video seks yang ‘pemeran utama’-nya artis. Tokoh di video pertama, diduga, yang lelaki adalah seorang vokalis band ternama. Dan yang perempuan, diduga, adalah bintang iklan sabun-presenter-duta beberapa produk-duta PBB-aktris-cum penyanyi. Selang beberapa hari, video kedua muncul. Lelakinya diduga masih lelaki yang sama. Namun, yang perempuan berganti. Diduga si perempuan adalah presenter acara gosip ternama.
Seminggu setelah video pertama menyebar, melalui situs-situs internet, media massa di Indonesia heboh. Terutama televisi dan media online. Hebohnya keterlaluan, berlebihan, bagi saya. Mulai dari infotainment, yang kerjanya memang membahas artis-artis, hingga program berita, yang biasanya membahas berita yang tidak demikian. Asalnya saya tidak ingin turut berkomentar, tapi pemberitaan-pemberitaan itu minta banget dikomentarin. Hahaha.
Semua orang juga berkomentar. Mulai dari sesama artis, hingga anggota DPR yang tidak bersinggungan sama sekali. Mulai dari menteri, hingga psikolog dan ginekolog. Mulai dari masyarakat, hingga ahli yang mengaku bisa mengetahui validitas video tersebut. Siapa mereka hingga berhak berpendapat macam-macam? Beberapa daerah bahkan memboikot ketiga artis tersebut.
Baiklah, kalau boleh sedikit disimpulkan, orang Endonesa memang seringkali bertindak (agak) berlebihan. Oh iya, dan mungkin berkaitan dengan ciri masyarakat kolektif, maka masyarakat Endonesa terlalu ingin ikut campur urusan orang. Saya nih salah satu contoh spesiesnya.
***
Sejak seminggu lalu, sejak sehari setelah video pertama beredar, hingga kemarin, Jumat (11/6), saya menghitung ada 105 berita di Kompas.com, salah satu portal berita online di Indonesia. Untungnya saya tidak berniat menghitung berita di situs-situs berita lain. Bayangkan saja, di detik.com, pasti jumlahnya lebih menggila. Misalnya media tidak heboh dan berlebihan seperti ini, saya sebenarnya cukup yakin bahwa masalahnya tidak akan menjadi sebesar ini.
Selain itu, di televisi. Semua program berita pasti headline-nya tentang sex tapes ini. Bahkan sudah tiga atau empat kali berturut-turut, Apa Kabar Indonesia (AKI) Pagi, yang disinyalir sebagai salah satu program berita andalan TVONE, turut membahas hal ini. Mungkin sekalian mengaburkan isu dana desa yang digulirkan oleh partai si empunya stasiun televisi tersebut. Entah. Televisi berita yang satu lagi lain pula. Ia juga bahas tentang video ini, walaupun tidak seberlebihan tv saingannya. Namun, di program internasional, macam Indonesia Now, yang berbahasa Inggris dan dipandu oleh wartawan senior asal Filipina pun, berita ini tetap menjadi sorotan.
Bagaimana dengan infotainment? Tidak usah ditanya. Sudah pasti mereka tidak munculkan berita penting. Mereka cuplik-cuplik saja adegan-adegan dari video seks tersebut. Memang sih bagian-bagian tertentu. Tapi justru itu yang berbahaya bukan? Orang menjadi semakin penasaran dan lalu mencari bagaimana sebenarnya isi video tersebut. Dan, voila, semakin menyebar saja video itu dan dibilanglah semua itu merusak moral bangsa.
Media, sebagai penyampai informasi di masyarakat, juga seperti tidak menyadari bahwa mereka punya batas dalam hal berita-memberitakan. Bahkan ada judul berita yang mengutip dari pembicaraan di video tersebut. Look at this, “Kamu Keluarin di Mana?”. That was one of the news title from Kompas.com. Krezi thing. Belum lagi di awal kemunculannya, berita-berita televisi menggunakan cuplikan video tanpa sensor. Di-blur pun tidak. Maka tidak heran kalau Ketua Komisi Penyiaran Indonesia, Dadang Rahmat Hidayat, yang juga dosen saya, kemudian melarang penayangan cuplikan video tersebut. Seharusnya media, jika memang ingin bicara moral, harus punya semacam sensor bagi diri mereka sendiri. Jangan asal cuplik, jangan asal tayangkan. Jangan asal wawancara. Jangan asal bikin skrip.
Lalu mengapa mesti meminta pendapat orang-orang yang begitu judgemental. Belum mereka mengadakan penelitian pada orang yang bersangkutan, mereka lalu terang-terangan bilang kalau pelaku yang lelaki adalah narciss dan mengalami penyimpangan seksual. Bagi saya, hal tersebut bukan hal yang harus diberitakan pada orang lain, apalagi jika belum ada penelitian lebih lanjut.
Hey, wake up! Siapa yang sudah rusak moralnya. Apakah koruptor tidak rusak moralnya? Mereka benar-benar merusak bangsa karena mencuri apa yang seharusnya bisa menjadi milik penduduk Indonesia. Efeknya jelas terlihat. Seandainya mereka berbaik hati tidak mengambil hal yang bukan haknya, maka warga Indonesia mungkin lebih makmur dan tidak demikian mudah terpengaruh pada isu yang seperti ini. Mereka punya hal lain yang lebih menyenangkan untuk diperhatikan. Hal seperti ini bukankah semacam eskapisme dari kehidupan yang terlalu sulit.
Lalu kenapa menjadi terlalu sibuk mengurusi video yang bukan mereka yang di dalamnya, yang dianggap akan merusak moral bangsa, padahal belum tentu. Mengapa begitu takut video itu merusak? Apakah memang seperti itu pula mental orang Indonesia sebenarnya? Sebegitu pesimisnyakah kita? Tidakkah ada keyakinan pada masyarakat kita, bahwa masyarakat memiliki benteng tersendiri dalam hal demikian?
Hal ini mungkin yang dimaksudkan dengan Teori Jarum Hipodermik dalam ilmu komunikasi. Dalam teori ini disebutkan bahwa penonton adalah khalayak yang pasif. Teori ini menganalogikan pesan komunikasi seperti obat yang disuntukkan dengan jarum ke bawah kulit pasien. Bekerja di bawah sadar. Padahal kan, khalayak juga dimungkinkan sebagai khalayak yang aktif, seperti dalam Uses and Gratification Theory. Masyarakat bisa memilih apa yang ingin diketahuinya dan apa yang tidak. Tapi ya iya ya, bagaimana mau memilih berita yang akan dilihat, jika semuanya menampilkan berita yang sama. Haha.
Tapi ya sudahlah. Maka simpulan selanjutnya, selain masyarakat Endonesa adalah masyarakat yang berlebihan, masyarakat Endonesa, mayoritas atau mungkin minoritas saja, adalah masyarakat yang pesimis dan berprasangka buruk. :p
***
Video menyebar dari satu tangan ke sejuta tangan yang lain. Yang kemudian terkena imbasnya adalah siswa sekolah menengah. Razia telepon genggam digalakkan oleh sekolah mereka. Memang agak aneh sih mengapa mereka mesti menyimpan video tersebut di telepon genggam. Tapi yasudahlah, namanya juga ABG. Labil.
Yang saya nggak ngerti, mengapa mesti pihak sekolah yang aktif dalam melakukan hal demikian. Apakah benar orang tua sudah tidak ada peduli dengan anak-anak ini? In my humble opinion, yang belum punya anak ABG tapi sudah pernah jadi ABG, seharusnya keluarga lebih berperan loh. Jangan lalu semua hal mesti ditangani oleh sekolah. Sekolah memang mengajarkan etika dan kehidupan sosial, tapi kata semua orang, lapisan pertama tetap tanggung jawab keluarga.
***
Ini pendapat saya loh. Maaf deh ya kalo salah. Jadi salah gue? Salah temen-temen gue? Hahaha. Tapi bukan berarti saya permisif ya terhadap hal-hal seperti ini. Tapi ada kan yang namanya privasi. Mengapa mesti menjadi heboh dan tidak mengurusi hal lainnya yang lebih penting? Seperti skripsi, contohnya. *ngakak*
Sepertinya ini bukan menjadi satu-satunya postingan yang membahas tentang hal ini. Mungkin saja masih ada seri selanjutnya. Kita lihat saja mood saya nanti. Hahaha. :p
Can't You See That My Pain's So Real?
Wah, sudah sekian hari dan saya melanggar janji pada diri sendiri. Janji untuk mengunggah cerita ke blog, satu cerita per hari. Gagal sudah. Hahaha. Pasti si Andi bakal senang sekali karena ketidakkonsistenan saya ini. Sebenarnya banyak yang ingin diceritakan, dari yang dangkal, sampai dangkal sekali. tapi apa daya, hambatan memang berasal dari dalam diri. Haha. Malas akut luar biasa. Dan pula procrasinator sejati, si saya ini.
Sekarang, mumpun sedang geje di rumah, marilah kita coba urai satu-persatu hal yang ingin diceritakan. Dan kita mulai dari hal yang paling aneh sedunia raya.
Jadi begini ..
Sudah dua hari ini, ada benjol duduk manis di jidat saya. Apa ya bahasa halusnya jidat? Oh ya, dahi (terima kasih buat Alien yang sudah mengingatkan. Gini doang lupa. :p). Mengapa benjol tersebut ada di dahi saya? Cerita ini absurd. Dan, tentu saja, membuka aib (baca: kebodohan) saya sendiri. Tapi tak apalah. Supaya jadi pelajaran, jangan bodoh seperti saya. :p
Jika Kau bisa bayangkan, kemarin kami ke ATM Centre di BEC. Letaknya berdekatan dengan loket pembayaran parkir. Annelis dan saya menemani Kiki untuk mengambil uang di ATM tersebut. Transaksi selesai, saya dan dua sahabat terbaik itu keluar dari ATM Centre.
Ketika kami keluar, sebuah mobil melintas dan membayar uang parkirnya dengan santai. Tiba-tiba, entah kenapa, saya yang tidak santai. Melihat akan ada mobil selanjutnya yang membayar parkir, maka saya berlari. Entah kenapa, seperti refleks saja saya berlari. Padahal, si dua sahabat terbaik itu masih berjalan dengan santainya.
Ketika saya sudah sampai di dekat loket pembayaran parkir, masih agak berlari, mereka berteriak. Saya tidak mendengar jelas kata-kata apa yang mereka teriakkan. Yang saya tahu, ada sesuatu yang menimpa kepala saya dengan sangat keras. DHAAAAAAARRR. Boleh saya ulangi lagi? Dengan sangat keras. Lalu saya berbalik ke belakang dan bertanya pada kedua sahabat terbaik, “Apaan teriak? Eh, tadi yang nimpa aku apa sih?”
Ya seperti yang sudah Anda tebak. Saya terkena palang loket parkir otomatis. Berhubung musibah tersebut juga menyebabkan saya terjatuh, jadilah memar tidak hanya di dahi. Setelah sampai rumah baru saya periksa, ternyata lutut juga memar dan ada bagian kecil di kaki saya yang juga luka karena kegesrek aspal. Jadi mohon saja dibayangkan, berapa kecepatan palang tersebut dan bagaimana sakitnya jidat saya yang terkena palang tersebut. Saya hanya memegangi kepala saya. Untuk mencegah si kepala atau mata saya jatuh. Karena rasanya seperti ada bagian yang tercerabut dari muka ditambah peureus (ungkapan Sunda. Perih seperti jika ditampar). Setelah kejadian itu, kedua sahabat terbaik hanya bisa menanyakan, apakah saya baik-baik saja, berulang-ulang kali. Saya jawab, baik-baik saja, tinggal menunggu benjol.
Dan benar saja, tidak lama berselang, tidak sampai dua menit, si benjol lalu muncul. Dan malam harinya, seperti yang juga saya bisa prediksi, kepala saya pusing setengah mampus. Ahaha. Maaf, agak lebay. Untungnya belum ada lebam berwarna biru. Jadi tidak seperti kena kekerasan dalam rumah tangga.
Ya intinya, kebodohan ada pada saya. Segala kesempurnaan memang hanya ada pada Tuhan. :D Maksudnya, entah apa yang terlintas di pikiran saya, maka saya memutuskan lari. Padahal, saya jelas-jelas tahu ada mobil yang telah membayar dan berarti si palang tersebut akan menutup secara otomatis setelahnya. Hadeuh. Dan bisa-bisanya, saya tidak sadar akan apa yang menimpa saya kecuali setelah si dua sahabat itu mengatakannya.
Beberapa kali saya melihat mobil yang terkena palang parkir ini. Pernah juga melihat anak kecil yang terkena palang parkir ini, hingga si palang parkir patah. Awalnya memang sudah agak rusak tapi karena kena kepala si anak, jadi patah. Kejadian tersebut saya lihat di Tamini Square. Seorang bapak, mengendarai motor, ia menerabas palang parkir setelah satu mobil membayar parkir. Berhubung palang itu otomatis, jadi setelah satu kendaraan keluar, maka palang tersebut menutup. Dan ketika palang tersebut akan menutup, si bapak tadi melaju. Maka, dhuaaar, yang terkena si palang parkir adalah anaknya, yang berada di tengah. Dan bukan ibunya atau bapaknya, yang berada di belakang atau di depan si anak. Bisa diduga si anak menangis sekeras-kerasnya.
Dan ternyata kejadian tersebut terjadi pada saya. Can’t believe that. Benjol akibat hantaman palang tersebut masih terasa. Kepala pun masih sedikit pusing. Yang penting, mata saya tidak terkena imbasnya. Amin. Dan semoga, saya tidak tambah tolol karena kejadian ini. Hahaha.
Saya tidak tahu bagaimana ekspresi si mbak penjaga loket pembayaran parkir tersebut. Dan bagaimana pula ekspresi orang yang ada di mobil belakang yang berusaha saya hindari itu. Ekspresi saya, tentu saja, meringis kesakitan. Dan di waktu yang sama juga nyengir dan tertawa menertawakan diri sendiri. Konyol. Ekspresi si dua sahabat terbaik? Tertawa sambil khawatir. Mau ketawa, kasian ke saya. Tapi kalo kejadiannya konyol, amat-sangat pantas untuk ditertawakan.
Yang penting abis itu makan pempek.
** ungkapan dua sahabat terbaik hanya akan ada di posting-an ini. Cih. Hahahaha.
Bandung, le 12 Juin 2010
diedit le 15 juin 2010. Karena si annel mengingatkan bahwa ada detail yang terlupa.
baca aja lagi. kalo yang udah baca mungkin ngeh dimana yang kelupaannya. :D
Tuesday, June 8, 2010
Hello There!
“Friends are those rare people who ask how we are and then wait to hear the answer.” (Ed Cunningham)
Kamu punya teman? Saya punya.
Apa jadinya jika teman-teman itu satu-persatu mulai pergi, secara perlahan-lahan? Bagi saya, hal ini adalah hal yang tidak baik. Sangat tidak baik. Apalagi jika kau sangat tergantung pada kehadiran mereka. Orang tua sibuk bekerja, tidak punya adik dan tidak punya kakak, dan belum mau punya pacar. MAYDAY. Hehehe.
Beberapa bulan belakangan dan tentu saja, beberapa bulan mendatang, sepertinya memang saya harus mempersiapkan diri menghadapi hal tersebut: teman-teman yang mulai pergi, satu persatu dan perlahan-lahan. Bagaimana cara mempersiapkan diri untuk menghadapi hal yang demikian sulitnya? Tidak tahu.
Sejak kecil, saya sudah diajari bahwa setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Hari ini beli mainan baru, keesokan harinya sudah rusak, atau bahkan hilang. Hari ini dapat teman baru, setahun kemudian berpisah karena lulus dari taman kanak-kanak itu. Dan begitu saja selanjutnya terjadi. Bagus jika dapat me-maintain hubungan pertemanan. Beberapa bisa di-maintain, beberapa tidak. Mungkin karena saya tidak jago dalam hal demikian. :p
Sejak lama juga pikiran saya berputar-putar, setiap orang yang beranjak tua, semakin sedikit pula teman yang menemaninya. Maka itu, tidak heran, banyak orang tua yang menjadi kekanak-kanakan di masa tuanya. Mungkin ia cari perhatian, supaya dapat teman untuk sekedar mengobrol.
Beberapa keluarga memiliki sahabat keluarga. Tapi sedikit sekali jumlahnya yang demikian itu. Jangankan punya sahabat keluarga, punya teman saja sudah untung. Tentu saja akan ada perbedaan situasi, tidak lagi seperti kita masih di sekolah atau kuliah. Semua orang akan nampak sibuk dengan urusannya masing-masing. Hal yang sangat jelas karena lalu memiliki perbedaan pandangan untuk mengarungi hidup yang lebih nyata. Semuanya berubah: kau akan lulus kuliah, bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhanmu yang tidak terasa semakin banyak, menikah, bekerja untuk keluarga, punya anak, dan selanjutnya dan selanjutnya.
Dalam keadaan seperti itu, teman bukan menjadi sebuah kebutuhan tapi sebuat pelengkap saja. Jika di masa mudamu, waktu-waktumu penuh dengan temanmu, bahkan lebih dari dua puluh empat jam. Maka semua itu akan berkurang di masa tuamu. Karena ada hal-hal yang lebih penting daripada teman-temanmu. Bertemu yang seperlunya saja, ketika ada waktu. Bahkan menyelipkan waktu untuk bertemu pun akan terasa susah. Pekerjaan di sini dan sana. Keluarga ingin ini dan ingin itu. Belum lagi jika harus sekolah, melanjutkan pendidikan yang tertunda. Dan macam-macam saja alasannya. Mungkin kau akan belajar melupakan dan terlupakan. Merelakan waktu-waktumu untuk segala waktumu untuk persahabatan tercerabut. Maka beruntunglah ibu-ibu arisan itu! Hahaha.
Oh, terima kasih juga untuk pencipta jejaring sosial dimanapun Anda berada, siapapun Anda. Walaupun terkadang jejaring sosial ini seperti terlalu "berisik" dan merecoki hidup. Tapi berkat jejaring-jejaring inilah, yang jauh pun terasa dekat. Oh, tentu jangan lupa berterima kasih pada pencipta telepon dan telepon seluler yang membuat segalanya menjadi cepat.
Maka, di masa transisi seperti ini, hal bagaimana yang akan kau lakukan untuk bersiap menghadapi perpisahan dengan teman-temanmu, dengan sahabat-sahabatmu? Yang bahkan sejak sekarang pun, mereka sudah sibuk dengan skripsinya masing-masing.
*tapi tolong jangan bilang kalau saya harus juga memulai skripsi saya. Tanpa diberi tahu pun, saya sudah tahu itu, lebih dari yang orang lain tahu. Dan jangan bilang saya tidak berusaha apapun untuk memulai skripsi saya. Otak saya kembang-kempis. :((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((
Sunday, June 6, 2010
Seberapa Besar?
Mari berpikir dangkal. Uhh, I love this part of me, DANGKAL. J
Ketika sedang berada di angkutan umum sepulangnya dari Gasibu siang tadi, saya berpikir dan menelaah diri saya sendiri. Apakah saya ini orang yang berkemauan keras, berkemauan biasa saja, berkemauan lemah, atau bahkan sama sekali tidak memiliki kemauan. Tapi menurut saya, tidak mungkin ada orang yang tidak berkemauan sama sekali, jadi pengklasifikasian yang terakhir dihilangkan saja.
Maka, kini hanya ada punya tiga grup: orang yang berkemauan keras, biasa saja, ataukah berkemauan lemah. Berada di diagram mana saya? Pikiran saya pun meloncat-loncat. Batin saya berperang, kalau boleh dibilang begitu.
***
Apa pasal tiba-tiba saya berpikir demikian? Jadi begini ceritanya, saya berjalan sejak pagi, sekitar pukul tujuh, saya berencana untuk mencari sepatu PX Style di Gasibu. Sepatu itu adalah merek sepatu murah yang cukup awet dan cukup nyaman. Beberapa gerai saya kunjungi, peluh bercucuran didera ramainya pasar yang hanya buka satu kali seminggu itu. Saya berpindah dari sayap utara Gasibu (arah Monumen Perjuangan) hingga ke sayap timur (arah Pusdai). Seakan tidak cukup melelahkan, saya berputar beberapa kali demi mencari sepatu yang saya inginkan.
Seorang ibu di tengah Gasibu menjual sepatu yang saya inginkan, tetapi ukurannya ternyata tidak ada yang pas. Saya beralih ke sayap Timur dan menemukan seorang Bapak menjual sepatu tersebut. Namun, ukuran saya tidak tersedia dan kiranya kualitas sepatu yang dia jual juga tidak terlalu bagus. Maka kembalilah saya ke sayap utara Gasibu. Sayangnya, si abang penjual itu menjual dengan harga yang tinggi. Jauh tinggi dari harga biasa. Sebagai perempuan, yang secara norma dinilai jago menawar, saya tidak terima dan beranjaklah saya dari Abang itu.
Saya berkeliling kesana-kemari. Hingga, kalau tidak salah ingat, saya mengunjungi masing-masing pedagang sepatu itu dua kali. Lalu ibu saya menelepon dan menanyakan saya ada dimana. Di saat itulah saya ingat bahwa saya sudah lelah dan harus segera pulang. Ibu berpesan, udah beli yang mana aja yang kamu mau, mahal sedikit nggak papa, atau cari aja nanti di tempat lain.
Mendengar suara ibu yang melahirkan saya itu (*lebay*), maka saya cepat-cepat memutuskan sepatu mana yang akan saya beli. Akhirnya saya memutuskan untuk membeli sepatu di pedagang di sayap utara. Yang mahal. Tapi itupun saya tidak jadi membeli model yang saya cari sejak lama. Saya memilih model lain, yang ternyata lebih murah.
***
Jadi, apakah saya punya selfi-willing yang kuat atau bagaimana? Mengandalkan ingatan-ingatan itu, saya menyadari bahwa saya memiliki kemauan yang keras jika menginginkan barang yang saya ingin. Pokoknya apapun harus sampai dapat. Tapi hal ini tidak menjadikan saya sebagai seorang yang impulsif. Pokoknya, saya harus dapat sesuatu yang sesuai dengan keinginan saya, baik model, kualitas, maupun harga. Kemauan keras ini bertumbuh seiring ketidakmauan saya menyesal di akhir proses belanja. Di beberapa hal lain, misalnya belajar, kemauan keras ini juga masih memengaruhi. Eksesnya adalah saya menjadi orang yang cukup perfeksionis. Kadang berita yang saya tulis terlalu detail atau tugas yang saya buat kebanyakan literatur. Karena saya ingin semua informasi bisa tertampung dan menjadikan tugas tersebut baik. (walaupun hal ini juga kemudian berlawanan pula dengan sifat saya yang procrasinator.:p)
Namun, di beberapa hal, kemauan ini menjadi pudar. Entah karena dipengaruhi si malas atau apa. Misalnya, dalam mengulik masalah-masalah untuk usmas (hahaha. Tertawalah sepuas kalian.). Saya sulit berkonsentrasi pada satu hal dan menghambat saya untuk mempelajari hal-hal yang bisa dijadikan usmas, padahal it’s already June. Kemauan saya menjadi mudah terkikis jika menghadapi hambatan. Misalnya informasi yang terbatas, buku-buku yang sulit dicerna, dan masalah yang tidak pasti atau tidak kuat argumennya.
Beberapa orang di sekitar saya merupakan penghuni diagram berkemauan keras, biasa saja, dan berkemauan lemah. Terkadang, yang berkemauan keras, jika saya melihat mereka, mereka jadi nampak egois, ngotot, dan memaksakan kehendak mereka. Tidak masalah asal tidak lalu mengganggu saya. Kalau sudah sampai taraf yang mengesalkan, maka sarewelah. Haha. Mati aja lo! ;p Yang biasa saja, mungkin seperti saya, bergantung pada situasi-situasi yang dihadapi. Sedangkan mereka yang berkemauan lemah, malah mengesalkan karena malah seperti zombie.
Nah, ingin saya sekarang adalah saya menjadi orang yang berkemauan keras dan bisa mencapai hal-hal yang saya inginkan. Ya, siapa yang nggak mau ya? Semoga semogi momogi.
***
Jadi, saya mendua? Tentu saja. Tergantung situasi. Lihat saja contoh di Gasibu yang saya ceritakan tadi. Saya berkemauan keras sampai empat jam ngulik Gasibu demi dapet sepatu impian. Tapi tidak berkemauan keras karena begitu mudah berbalik hati ketika tidak dapat model sepatu yang sesuai keinginan. :D
Pointless mind.
Oh iya, sekalian pemberitahuan, bahwa rubik saya belum jadi. Sudah agak malas menguliknya. (Tuh kan, jadi saya berkemauan keras atau tidak? :p)
Saturday, June 5, 2010
Rubik Bikin Rumeuk
Dyah : Kak, bisa nyelesein rubik nggak?
Wenti : Nggak, susah banget. Tapi kalo manualnya tau.
Dyah : Itu mencerminkan IQ nggak sih?
Wenti : Iya deh kayaknya. Hahaha.
Dyah : Kok gue ngerasa goblok banget ya.
Wenti : Kita bukan goblok. Cuma males aja nguliknya.
Tadi siang saya menemani si ibu ke Kosambi. Ceritanya mau service blender di toko langganan. Tapi ternyata blendernya nggak kenapa-kenapa. Sehat wal-afiat, tetap bisa digunakan. Ibu saya main bawa aja ke tempat service setelah dikasih tahu sama orang kantin kalo blendernya diduga bermasalah.
Tapi, ya sudahlah, dibawa balik aja blendernya. Lalu Ibu memutuskan untuk beli gelas tiga lusin. Saya jadi korban, disuruh bantuin bawa. Masih untung nggak jadi beli enam lusin karena ternyata stoknya tidak memadai.
Kami akhirnya makan yamien di pelataran Kosambi. Seinget saya, dulu ada yamien yang enak, bahkan lebih enak dari Mie Naripan, yang ternyata setelah saya coba rasanya biasa saja. Akhirnya memberanikan diri nyoba yamien yang lain deh. Ternyata rasanya biasa aja. Setelah makan, saya ajak ibu ke penjual mainan. Siapa tahu ada rubik. Karena memang saya sudah berniat membeli mainan kotak itu sejak lama.
Begitu sampai di toko, si mata mulai mencari-cari benda kotak warna-warni. Dan, ternyata ada. Yes, ketemu. Yang jual ternyata engkoh-engkoh dan nggak bisa ditawar. Hiks. Maka berpindahlah uang sepuluh ribu rupiah pada engkoh-engkoh itu. Gara-gara ngebela-belain beli rubiks dulu, ibu dan saya lari-lari kehujanan – kayak di film India.
Sampai di rumah saya pun menunaikan beberapa kewajiban dan setelah itu langsung mengotak-ati rubiks yang tadi baru dibeli. Saya amat-sangat-penasaran-sekali dengan mainan mungil satu ini. Sejak dulu, saya pernah coba memainkan milik saudara saya. Tapi nggak pernah berhasil. Kemarin waktu saya sedang menunggu giliran di dokter gigi, ada sepasang kekasih juga main ini. Dan si wanitanya menyelesaikan teka-teki rubik dengan cukup cepat. Yang lelakinya kalah. GIRL POWER! J
Sekitar sebulan atau dua bulan yang lalu, saya sedang nongkrong asyik dengan si Gilang dan kawan-kawan lainnya. Datang beberapa ABG yang kemudian duduk di bangku sebelah. Sebelum pesan, si ABG ini mengeluarkan rubiks miliknya dan sempat menyelesaikan sekali sebelum ia memesan minuman. Di perpustakaan jurusan saya juga ada satu buah benda kotak ini. Teman-teman 2007 sedang mengobrol dengan Bob Howarth, dosen tamu dari Australia, ketika satu diantar mereka mengambil rubiks dan menyelesaikannya sambil menyimak konsversasi antara teman-temannya dan Bob. Bob dibuat heran dengan keajaiban kecil itu.
Mungkin populernya permainan ini juga tidak luput dari peran film The Pursuit of Happiness. Will Smith, sang ayah yang gagal dalam perkerjaan, ternyata bisa menyelesaikan teka-teki rubik di taksi ketika memohon pekerjaan kepada seseorang. Seseorang itu terheran-heran dan menyuruh Will Smith datang ke kantornya keesokan harinya.
Maka, saya penasaran luar biasa dengan benda kecil yang pas digenggam ini. Bagi saya, tidak mungkin warna yang sudah acak-acak itu bisa dirapikan kembali ke susunan semula. Tapi nyatanya, banyak yang bisa. Lalu saya terpacu untuk bisa. Pertanyaan saya, apa benar ya kemampuan menyelesaikan rubik berkaitan dengan IQ seseorang? Saya sih emang kecerdasannya terbatas. hahahaha. Kebanyakan MSG, kayak si Bening. :p
#inprogress. Ini hasil saya otak-atik. Belum jadi sih emang.
Setelah posting ini, saya bakal nyoba lagi sampai bisa. Semoga bisa. Setelah bisa, posting selanjutnya pasti tentang sejarah rubik. Sebenarnya bisa saja googling di Google (yaiyalah) bagaimana caranya menyelesaikan teka-teki rubik dengan benar. Tapi .. Tapi.. Tapi.. coba dulu deh. Kalau sampe besok-besok masih nggak bisa dan malah kebawa mimpi, baru deh googling. :)
Doakan saya ya teman-temaaaaaann... *pasang ikat kepala ala Jepang. Yosh.*
Bandung, le 5 juin 2010.
Wednesday, June 2, 2010
Konsisten?
I Lost My Teeth
- Rawat gigi yang bener dari kecil. Rajin sikat gigi. *Saya memang abai terhadap kesehatan, kesehatan organ apapun.
- Jangan takut ke dokter gigi. Mereka baik-baik kok. Cuma alat-alatnya aja yang kejam.
- Jaga hubungan baik dengan teman KKN, misalnya yang dari Fakultas Kedokteran Gigi (FKG). Biar murah kalo ada masalah gigi. Hehehe.
- Segala sesuatu yang sudah busuk jangan dipelihara. Termasuk dalam urusan hati. *CURCOL. Hahahaha*
Tuesday, June 1, 2010
Copyright
I Owe You Big Time, Team!
I found it's hard to write this experience-cum-feeling. Kadang memang agak sulit untuk menuangkan apa yang saya rasakan dalam teks. Apalagi dengan segala emosi yang menyertainya. Tapi,ya beginilah jadinya tulisan ini. Agak bertele-tele karena dibuat tanpa pikir panjang. :)
Dan cerita pun mengalir...
Sudah bertahun lalu ketika kejadian ini terjadi. Saya dan teman-teman berada di gang sempit di sekolah saya masa itu. Bukan tanpa alasan, kami berkerumun di depan jendela ruang itu. Di jendela itu, yang kusennya berwarna abu-abu, ditempel sebuah pengumuman yang akan mengubah hari-hari kami. Di pengumuman itu, tertera siapa-siapa saja yang akan mengikuti muhibah kebudayaan ke Eropa. Dan, di tahun 2004 itu, saya dan beberapa teman harus pasrah dan sabar saja untuk tetap berada di Bandung. Eropa menjauh dari jangkauan kami.
Jangan tanya saya, bagaimana perasaan saya kala itu. Bertiga dengan kawan dekat, kami harus bersikap seolah semuanya baik-baik saja setelah keputusan itu.
***
Lepas enam tahun setelah kejadian itu, kini saya mendapat kabar bahwa muhibah kebudayaan sejenis akan diadakan kembali. Kali ini, negara tujuannya adalah Slovenia, Austria, dan Spanyol. Dan, tentu saja sekarang saya sudah lulus dari sekolah saya masa itu, tidak lagi bergerombol untuk melihat pengumuman siapa yang akan berangkat dan siapa yang tidak, dan sudah pasti saya pun tidak ikut dalam muhibah itu.
Ini adalah perjalanan Expand the Sound of Angklung (ESA) yang keempat. Sebelumnya, kegiatan ini dilaksanakan berturut-turut pada 2002, 2004, dan 2008. Saya, yang hanya melihat, menemukan adanya kemajuan di setiap kegiatan ini dilaksakan. Tim ini selalu menampilkan inovasi-inovasi yang lebih lagi setiap tahunnya.
ESA adalah sekelumit saja dari perjalanan Keluarga Paduan Angklung SMA Negeri 3 (KPA 3) Bandung. Tiga puluh tahun perjalanan KPA 3 adalah tidak mudah. Apalagi jika berbicara mengenai dukungan pemerintah. So typical.
Selain ESA, KPA 3 memiliki konser yang diagendakan tiap dua tahun sekali. Jika ada agenda penting, konser bahkan dilakukan pada tahun-tahun yang berurutan. Bahkan mungkin konser dilakukan dua kali dalam setahun. Berbagai agenda tahunan pun menjadi program kerja setiap pengurus KPA, misalnya saja pelatihan make-up, pelatihan aransemen, dan banyak hal lagi.
Perjalanan KPA, kalau boleh dibilang, tidak mudah. Apalagi menjelang perhelatan-perhelatan besar, seperti konser dan ESA. Semua tenaga dikerahkan para anggota dan pelatihnya, bahkan beberapa alumni masih mau menyempatkan waktunya untuk membantu pengurus melaksanakan program-program kerjanya. Semuanya dilakukan sendiri, tidak ada campur tangan event organizer ataupun pihak sekolah. Kebutuhan moril dan materil disediakan sendiri oleh ekstrakurikuler ini.
Tidak heran jika ekstrakurikuler ini acapkali menjadi rumah kedua yang begitu dicintai oleh anggota-anggotanya. Pada suatu waktu, waktu yang dihabiskan di KPA lebih banyak daripada yang dihabiskan di ruang kelas untuk belajar formal, dan bahkan rumah, tempat keluarga mereka berada. Dan saya, saya termasuk yang merasakan hal tersebut.
Boleh kau bilanglah, kalau memainkan angklung adalah hal yang kuno atau cupu. Tapi kalau kau tahu apa yang terjadi di ekstrakurikuler ini, bisa jadi pemikiranmu berubah. Apa yang kami lakukan belum tentu bisa orang lain lakukan. Dan ini bukan hal yang kecil. Ini tidak sesimpel kelihatannya: membawa angklung dan memainkan lagu dalam durasi tertentu. Tapi lebih dari itu, ini adalah hal yang kompleks dan sangat besar, dalam pandangan saya.
Ada dua alasan yang menyebabkan ekstrakurikuler ini tidak kecil bagi saya. Alasan tersebut terbagi menjadi alasan obyektif dan subyektif. Yang mana yang saya maksud dengan alasan obyektif? Organisasi ini ternyata memang menjadi salah satu pelestari budaya bangsa. Tentu saja dengan kegigihan kami-kalian- kamu-mereka-dia, sejak tiga puluh tahun silam hingga sekarang, dalam meregenerasi organisasi ini. Sounds so cliché, though. But yes, we’re doing that such thing. Organisasi ini, jika kamu mau tahu, memang benar-benar membawa nama bangsa Indonesia ke dunia internasional, walaupun baru secuil.
Si angklung dari bambu-bambu yang kami getar-getarkan itu, pada akhirnya memang mengantarkan kami pada pelestarian budaya bangsa. Entah kami-kamu-mereka-kalian-saya-dia sadari atau tidak. Nyatanya, kami memang melakukan hal itu.
Beragam konser, beberapa muhibah kebudayaan ke luar Indonesia, dan partisipasi dalam festival-festival itu memang nyatanya menjadi beberapa bukti bahwa memang salah satu organisasi budaya di (mantan) sekolah saya itu memang menghasrati agar angklung tidak dilupakan orang. Biar saja jika mereka yang lain bilang organisasi itu culun. Tapi nyatanya organisasi ini memang berbuat sesuatu.
Bayangkan saja jika satu konser itu minimal menghabiskan uang Rp 100 juta. Pun dengan muhibah kebudayaan ke Eropa yang bisa capai angka setengah miliar rupiah. Entah apa saja usaha yang telah dilakukan untuk memenuhi jumlah-jumlah anggaran pengeluaran di proposal. Atau latihan-latihan yang menghabiskan waktu dan tenaga. Di saat tuntutan akademik yang begitu menggila, mereka yang berkomitmen tetap harus sisihkan waktu untuk latihan. Jika mendesak, latihan baru akan selesai setelah kumandang adzan Isya.
Tapi hingga sekarang, organisasi ini tetap hidup. Tetap melakukan konser-ratusan-juta-rupiah. Tetap melakukan muhibah kebudayaan yang asalnya hanya imajinasi. Tetap menang di beberapa festival. Tetap latihan dua kali seminggu. Tetap tampil di beberapa acara penting. Jika sudah begitu, tentu saja, ini hal yang sangat besar.
Dan alasan subyektif adalah alasan yang telah saya sebutkan dalam pembuka tulisan ini. Saya tidak bisa ikut serta dalam ekspansi bebunyian angklung di 2004 silam. Saya sempat sedih, kecewa, dan menarik diri. Dan hingga kini, rasa-rasa negatif itu masih mungkin datang. Atau mungkin tentang bantuan-bantuan ringan yang masih saya lakukan jika diperlukan hingga saat ini, ketika saya telah keluar dari sekolah itu lima tahun silam. Maka memang benar, itu adalah hal besar bagi saya.
***
Adalah suatu proses yang panjang bagi saya untuk dapat meyakinkan diri bahwa yang kami lakukan memang benar-benar berarti untuk bangsa ini. Butuh waktu yang panjang untuk menyadari bahwa yang kami lakukan memang benar-benar bukan hal yang main-main dan tidak sekedar bersenang-senang. Di balik itu ada motif yang mungkin tidak pernah terpatri secara sadar dalam ruang ingat kami. Tidak pernah ada ide dalam pembicaraan kami bahwa kami melakukan ini untuk skala yang lebih besar di luar diri kami. Ini, awalnya, adalah hanya untuk diri kami. Bisa dibilang, egosentris. Tapi nyatanya, it’s a big thing.
I owe you big time to think about this big thing. :D
Bandung, Le 19 Mars et 31 Mai 2010
*Awalny tulisan ini dibuat sebagai pengungkapan isi hati karena lebih tergoda pada Camera Obscura yang datang ke Sabuga, 20 Maret lalu. Namun, kembali disempurnakan pada hari ini, setelah kemarin menonton konser preliminary ESA 2010 dan melihat video-video ESA 2004 dan 2008 di Youtube. :D