************
Bagaimana mengucapkan selamat tinggal tanpa menyakitkan? Mengucapkan selamat tinggal pada orang yang kita sayang ataupun pada kenangan-kenangan indah yang menyertainya. Lalu kembali berjalan tegak kembali menapaki masa kini dan masa depan. Tanpa perlu lagi menengok ke belakang, mengingat masa yang pernah indah. Tanpa air asin yang menetes dari kelenjar air mata. Tanpa suara tangis yang meraung-raung dan terdengar menyedihkan. Tanpa melodi-melodi lirih yang minor. Tanpa duduk diam di ujung ruangan dengan mata yang sembab. Tanpa lamunan panjang yang kosong.
----
Jika memang tidak ada perpisahan yang tidak menyakitkan. Maka biar saja aku yang menanggung semuanya. Karena mungkin hanya aku yang merasakannya. Biarlah aku saja yang sementara terseok karena kerikil perpisahan ini. Sementara lumpuh karena ombak kesedihan ini. Tanpa pelukan. Tapi dengan air mata yang hingga kering.
Biarlah aku yang nampak tegar mengarunginya sendirian. Mungkin ini lebih baik. Daripada ada kamu di sebelahku . Jika begitu, mungkin malah aku yang akan sakit dan tidak kunjung sembuh. Dan luka itu akan terus ada, bahkan menjadi infeksi yang sulit disembuhkan. Akan kuusahakan sehingga baik untukku juga untukmu.
Misalnya saja kamu merasakan hal yang sama. Kamu boleh juga bercerita padaku. Tapi jangan pandang mataku. Aku takut terlalu bodoh untuk kembali lagi mengingat masa lalu, tertahan di situ, dan tak bisa mengucapkan selamat tinggal. Ayo kita saling bantu untuk menyembuhkan luka kita masing-masing. Sekali waktu bolehlah kita bertemu, saling tatap, dan beri satu pelukan lagi. Sekali waktu saja. Sebagai ucapan terima kasih karena pernah memberi masa yang begitu indah. Walaupun sekarang adalah masanya selamat tinggal.
Tolong lupakan apa yang pernah terjadi. Tapi jangan semuanya. Sisakan saja sedikit untuk kita mengingatnya. Nanti itu akan jadi hal yang bodoh yang buat kita tersenyum. Wondering why we did that stupid thing together. Menjadi kenangan yang akan kita sampaikan pada keturunan kita nanti. Betapa kamu pernah ada untuk aku.
Kalau nanti, beberapa masa lagi, aku masih merasa sakit dan merindumu, mungkin aku akan kirim pesan melalu teknologi canggih seperti telepon genggam atau surat elektronik. Atau bahkan melalu sebuah chatroom. Tapi tidak akan melalui pos atau merpati. Boleh saja pesan-pesan itu kau abaikan. Apalagi jika kau sudah benar-benar melupakan masa itu. Tapi kalau kamu ingin membalasnya juga boleh. Tapi jangan balas pesan itu dengan ungkapan sayang. Jangan buat aku untuk kembali memakai sayap dan terbang menghampiri masa itu lagi.
Ini memang menyakitkan. Apalagi untukku. Sudah, jika memang kamu tidak merasakannya, kamu boleh pergi sejauh kamu bisa. Ke Barat, menghampiri matahari terbenam. Atau ke Timur menghampiri matahari terbit. Yang mana saja yang menurutmu lebih indah. Atau ke Utara. Atau ke pantai Selatan. Aku akan masih di sini sendiri untuk beberapa waktu. Meratapi kisah itu dan mencoba merajut asa yang baru. Dengan benang dan jarum yang lebih kuat.
Aku sudah menyiapkan salam perpisahan ini sejak lama, sebenarnya. Tapi aku tahu aku tidak siap. Aku menyadari ketidaksiapanku. Maka kubiarkan saja semuanya mengalir. Hingga masa ini. Hingga waktunya, secara logis, aku harus menarik diri. Aku masih tidak siap, sebenarnya. Tapi kupaksakan saja. Daripada nanti, semakin lama dan semakin gila buatku. And I for see the dark ahead if I stay. *
Kata selamat tinggal mana yang akan kupilih? Au revoir saja. Bukankah kata orang, bahasa Perancis itu adalah bahasa cinta yang indah? Bahasa yang romantis? Maka tutup saja buku atau fragmen ini dengan sesuatu yang indah. Yang mungkin bisa menyamarkan sakitnya karena perpisahan ini.
Ah, sungguh aku tidak ingin begitu tenggelam dalam kisah ini dan begitu tertatih menghadapi masa depan, yang tidak ber-kamu. Tidak, tidak, jangan anggap dirimu begitu berharga untukku. Hanya saja aku sudah terlalu terbiasa dengan kamu. Sangat sulit memang menghilangkan kebiasaan itu. Tapi perlahan saja. Aku yakin aku bisa tanpa kamu. Karena sejak itu pun kamu memang tidak seratus persen menjadi bayanganku. Bahkan akan lebih baik lagi, mungkin.
Tidak, aku tidak ingin berjanji untuk akan menjalin hubungan baik denganmu. Sudahlah, biarkan saja semua berjalan semestinya dan apa adanya. Tidak usah ngoyo. Jika nanti kita tidak akan tetap baik, maka itu adalah pilihanku. Dan mungkin satu cara bagiku untuk melupakan yang dulu. Jika ternyata kita tetap baik, maka memang itulah adanya. Atau mungkin saja itu aku berpura-pura. Karena memang akulah yang terbiasa dan pintar dalam berpura-pura. Sudah. Sudah.
Sudah, sudah, surat ini aku cukupkan sekian. Sampai jumpa lagi dalam kenangan-kenangan masa silam. Tanpa peluk. Tanpa cium. Selamat tinggal. Sederhana kan? Tenang, waktu akan mengobati luka ini. Semoga segalanya akan lebih menyenangkan nantinya. Semoga ada masa yang lebih baik dari kemarin itu. I’ve got to get move on with my live. It’s time to be a big girl now. * Itu sudah.
Kini ku hanya ingin lupakan semua. Mengenangmu menyesakkan jiwa. Kan kuhapus air mata hingga kudapat sembuhkan luka. Semoga kelak lupakan semua. (Cokelat – Luka Lama)
*Fergie – Big Girls Don’t Cry.
Bandung, le 1 Septembre 2008
di-post-kan lagi di Bandung, le 23 Juin 2010
yaelah ngapain sik gw baca lagi?ah..aaaaaaaaaaaaahhhhh..
ReplyDelete