“Friends are those rare people who ask how we are and then wait to hear the answer.” (Ed Cunningham)
Kamu punya teman? Saya punya.
Apa jadinya jika teman-teman itu satu-persatu mulai pergi, secara perlahan-lahan? Bagi saya, hal ini adalah hal yang tidak baik. Sangat tidak baik. Apalagi jika kau sangat tergantung pada kehadiran mereka. Orang tua sibuk bekerja, tidak punya adik dan tidak punya kakak, dan belum mau punya pacar. MAYDAY. Hehehe.
Beberapa bulan belakangan dan tentu saja, beberapa bulan mendatang, sepertinya memang saya harus mempersiapkan diri menghadapi hal tersebut: teman-teman yang mulai pergi, satu persatu dan perlahan-lahan. Bagaimana cara mempersiapkan diri untuk menghadapi hal yang demikian sulitnya? Tidak tahu.
Sejak kecil, saya sudah diajari bahwa setiap pertemuan pasti akan ada perpisahan. Hari ini beli mainan baru, keesokan harinya sudah rusak, atau bahkan hilang. Hari ini dapat teman baru, setahun kemudian berpisah karena lulus dari taman kanak-kanak itu. Dan begitu saja selanjutnya terjadi. Bagus jika dapat me-maintain hubungan pertemanan. Beberapa bisa di-maintain, beberapa tidak. Mungkin karena saya tidak jago dalam hal demikian. :p
Sejak lama juga pikiran saya berputar-putar, setiap orang yang beranjak tua, semakin sedikit pula teman yang menemaninya. Maka itu, tidak heran, banyak orang tua yang menjadi kekanak-kanakan di masa tuanya. Mungkin ia cari perhatian, supaya dapat teman untuk sekedar mengobrol.
Beberapa keluarga memiliki sahabat keluarga. Tapi sedikit sekali jumlahnya yang demikian itu. Jangankan punya sahabat keluarga, punya teman saja sudah untung. Tentu saja akan ada perbedaan situasi, tidak lagi seperti kita masih di sekolah atau kuliah. Semua orang akan nampak sibuk dengan urusannya masing-masing. Hal yang sangat jelas karena lalu memiliki perbedaan pandangan untuk mengarungi hidup yang lebih nyata. Semuanya berubah: kau akan lulus kuliah, bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhanmu yang tidak terasa semakin banyak, menikah, bekerja untuk keluarga, punya anak, dan selanjutnya dan selanjutnya.
Dalam keadaan seperti itu, teman bukan menjadi sebuah kebutuhan tapi sebuat pelengkap saja. Jika di masa mudamu, waktu-waktumu penuh dengan temanmu, bahkan lebih dari dua puluh empat jam. Maka semua itu akan berkurang di masa tuamu. Karena ada hal-hal yang lebih penting daripada teman-temanmu. Bertemu yang seperlunya saja, ketika ada waktu. Bahkan menyelipkan waktu untuk bertemu pun akan terasa susah. Pekerjaan di sini dan sana. Keluarga ingin ini dan ingin itu. Belum lagi jika harus sekolah, melanjutkan pendidikan yang tertunda. Dan macam-macam saja alasannya. Mungkin kau akan belajar melupakan dan terlupakan. Merelakan waktu-waktumu untuk segala waktumu untuk persahabatan tercerabut. Maka beruntunglah ibu-ibu arisan itu! Hahaha.
Oh, terima kasih juga untuk pencipta jejaring sosial dimanapun Anda berada, siapapun Anda. Walaupun terkadang jejaring sosial ini seperti terlalu "berisik" dan merecoki hidup. Tapi berkat jejaring-jejaring inilah, yang jauh pun terasa dekat. Oh, tentu jangan lupa berterima kasih pada pencipta telepon dan telepon seluler yang membuat segalanya menjadi cepat.
Maka, di masa transisi seperti ini, hal bagaimana yang akan kau lakukan untuk bersiap menghadapi perpisahan dengan teman-temanmu, dengan sahabat-sahabatmu? Yang bahkan sejak sekarang pun, mereka sudah sibuk dengan skripsinya masing-masing.
*tapi tolong jangan bilang kalau saya harus juga memulai skripsi saya. Tanpa diberi tahu pun, saya sudah tahu itu, lebih dari yang orang lain tahu. Dan jangan bilang saya tidak berusaha apapun untuk memulai skripsi saya. Otak saya kembang-kempis. :((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((((
ah..
ReplyDeletewe have the same feeling, dis.. -_-'
eh boo..si gw baru tau kalo si elu anak tunggal *teu penting :D*
ReplyDeleteNana, komennya yang lebih esensial dong. hahaha *asa lemak. lemak esensial. :D :D
ReplyDelete