Thursday, September 22, 2011

About 'it'!

Wanna talk about relationship. Tapi sudah stuck duluan dan keburu dibully-bully di linimasa, dengan mention ataupun #nomention.Yeah, nikmati saja teman-teman, mumpung masih begini. Hahaks. But suddenly found this quote about relationship. *gasp*

As we grow up, we learn that even the one person that wasn't supposed to ever let you down probably will.  You will have your heart broken probably more than once and it's harder every time.  You'll break hearts too, so remember how it felt when yours was broken.  You'll fight with your best friend.  You'll blame a new love for things an old one did.  You'll cry because time is passing too fast, and you'll eventually lose someone you love.  ~Author Unknown
Oke. Selamat malam, selamat beristirahat. Kita lanjutkan #trinisat besok, mungkin dengan topik ini. Atau mungkin yang lain sajaaa..


Bandung, le 21 Septembre 2011

Wednesday, September 21, 2011

The Sims Social


Sekarang, saya dan beberapa teman sedang keranjingan The Sims Social. Mirip sih dengan The Sims 1, 2, 3, dan lain-lain yang biasa dimainkan di komputer. Satu perbedaannya adalah The Sims Social difasilitasi oleh Facebook. Jadi untuk memainkannya, kita harus memiliki akun Facebook dan tetangga-tetangga kita nantinya adalah orang-orang yang telah menjadi teman kita di jejaring itu. 


 Kalau lagi tidak keluar rumah sama sekali, saya bisa hampir seharian main The Sims Social. Ah, gila. Tiap buka Facebook, berderet request dari tetangga saya, sekadar minta keju, menjadi teman, atau minta cinta. Oh no! Tapi saya rasa, itulah satu keunggulan dari The Sims. Bisa sesuka hati melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan di dunia nyata. Kalau di dunia nyata, mana mungkin ada orang tiba-tiba minta cinta dan tiba-tiba dikasih? Haha. Contoh lain, mendekorasi rumah sendiri, beli ini beli itu banyak sekali, kemudian menatanya dalam rumah. Hitung-hitung latihan punya rumah sendiri. Hehe. 

Seorang teman memberi nama God pada Sims-nya. Kita si empunya Sims memang menjadi Tuhan atas Sims yang kita ciptakan. Mau kemana-mana atau mau ngapain, kita yang tentukan. Keinginan yang perlu kita waspadai dari Sims kita adalah hasrat haus dan lapar, ingin buang air, tidur, atau mandi. Selebihnya, semua tergantung kita, si pemilik. Haha. *evil smirk* Serasa main boneka-bonekaan ketika masih kecil.

Yang perlu diingat, Sims juga punya energi yang terbatas dan tidak serta-merta mendapatkan semuanya sesuai keinginannya. Ada waktu untuk charge energi dan harus bekerja untuk dapat semua yang diinginkannya. Jadi, buat yang manusia beneran, hey robot saja punya waktu untuk istirahat. Don’t waste your time only for work deh hey! Tapi jangan juga keasyikan leyeh-leyeh. semua yang diimpikan tidak akan muncul di depan mata, kalau kita hanya leyeh-leyeh. WHAT??!!! *merasa tertampar*

Bandung, le 20 Septembre 2011

Mau Dibawa Kemana?


How far can you go? Bukan, maksudnya bukan tentang sejauh mana kita bisa melangkah, memaksimalkan diri kita. Tapi sejauh mana kita bisa meninggalkan diri kita atas semua perubahan yang mungkin terjadi?

Seorang teman bertanya dalam akun Twitter-nya, “Pernahkah kamu merindukan dirimu yang dulu?”. It caught me in the right time. Ia mengungkapkan apa yang juga saya pertanyakan sedetik sebelum saya melihat tweet-nya tersebut. Saya lega saya tidak sendirian. Tidak sendirian berubah, tidak sendirian mempertanyakannya, tidak sendirian merindukan sesuatu yang pernah singgah. 

Sejak lulus dari SMA, saya selalu merasa sebagai orang yang tidak berubah. Saya tetaplah saya, hanya saja berbeda kemasan. Dulu pakai seragam putih abu, sekarang lebih sering pakai t-shirt yang nyaman dipakai dan jeans. Tentu saja yang satu itu berubah, karena kuliah memang tidak mewajibkan saya pakai seragam ‘kan? Hah. 

Tapi maksudnya, lebih dalam dari perihal seragam, saya tidak menyadari diri saya berubah. Saya menganggap orang lain lebih memiliki perubahan yang signifikan dari saya. Dari pemikiran, gaya berbusana, gaya bicara, prinsip, dan lain-lain. Baik atau buruk? Relatif. Tapi seharusnya perubahan itu sendiri adalah hal yang baik karena tidak memerangkap kita dalam satu fase saja. Masalah berubah ke arah yang baik atau buruk? Ya itu yang relatif. 

Saya menolak mengatakan diri saya berubah. Saya pikir, hidup saya ya begitu-begitu saja, tidak ada pencapaian yang berarti. Cuma kuliah, volunteer sana-sini, cekakakan di belakang gedung satu, begini begitu. Berbeda dengan teman-teman saya yang sepertinya begini begitu begini begitu, begini lagi, begitu lagi. Sekolah di sini, kerja di sini, pindah ke sini, dan pindah ke sana. Pokoknya, perubahannya itu nyata terlihat.

Namun, semakin larut saya dalam hening, semakin saya bertanya ‘jangan-jangan justru saya yang sangat banyak berubah?’. Ya saya tahu, seharusnya perubahan itu memang telak terjadi. Tidak ada ‘ketika’ yang persis sama toh? Dan tentu, kita tidak bisa memaksakan semuanya terus sama ‘kan? Seperti kata orang bijak, yang tetap dari perubahan adalah perubahan itu sendiri. 

Apa yang berubah dari saya? Tentu banyak yang menyadari. Kebiasaan, pola hidup, pemikiran, pandangan, prinsip, dan beberapa hal lainnya. A lot, eh? Dan saya tidak bisa mengatakan semuanya itu baik buat saya. But I’m working on it, I try to define what’s good to me, and what’s not. There’s still a line. Ada fase-fase yang saya rasa membuat saya harus berubah agar saya belajar. Dan bukan tidak mungkin, selanjutnya saya akan tinggalkan perubahan itu. Kembali pada saya yang dulu atau berubah lagi ke arah lain. Semacam labil? Hahaha. 

Kadang saya takut saya terlalu jauh dari saya yang dahulu, dengan prinsip-prinsip tertentu yang saya pegang. Namun, saya tahu bahwa orang-orang sekitar saya begitu bijak untuk membiarkan saya berubah dan juga tetap menjadi pengingat saya agar tidak berubah terlalu jauh. In a mean time, we all are change, right? 

Maaf capruk! :))

Bandung, le 19 Septembre 2011


Tuesday, September 20, 2011

The Newlyweds!

Kemarin, saya memang tidak membuat posting apa-apa. Tidak ada draft apapun di daftar post ataupun di laptop saya. Sabtu itu, saya menghadiri pernikahan teman dekat saya sejak lima tahun silam. Setelah berbagai cerita ini itu, diselingi beberapa episode drama yang membahagiakan tapi tricky dan kocak tapi melelahkan, dia akhirnya memilih menikah dengan lelaki pilihannya. Sejak ijab kabul di Sabtu pagi itu, berarti ia telah berjanji untuk menghabiskan sisa hari dengan laki-laki pilihannya. Ia telah berkomitmen untuk memilih jalan yang ia tahu tidak selalu mudah. Glad to know that!

The Newlyweds!

Semua doa baik telah dan terus tercurah untuk kalian. Selamat beribadah, selamat khatam kamasutra, selamaaaatt! Semoga berbahagiaaaa, Gilang dan Taufiq! :*

Bandung, le 18 Septembre 2011

Kung Fu Panda 2

Akhirnya jadi juga nonton film ini setelah ditunda-tunda beberapa lama. Bersama dua orang lelaki yang sedang murahan sekali diajak kesana-kemari, saya akhirnya bisa menonton Po di layar lebar. Sepanjang film, kami tidak henti-hentinya menggumam bahwa tokoh Po mirip sekali dengan teman kami. Haha.



Anyway, kualitas Kung Fu Panda, dari segi cerita dan gambar, sepertinya hampir menyamai film-film produksi Pixar. Bagus. Mungkin karena saya terlalu jatuh cinta dengan sosok Po and The Five Furious, saya menganggap durasi film ini terlalu sebentar. Tapi tentu tak rugi mengeluarkan sejumlah uang untuk menonton film ini di bioskop dan bukan lewat dvd bajakan. Heheheh. Oh iya, saya juga suka scoring film ini. Walaupun di beberapa bagian terasa mirip dengan scoring Mulan. Mungkin karena sama-sama berlatar Cina ya?!

Beberapa kutipan dari film ini sangat relevan dengan suasana hati saya sekarang. Uhuk.

Your story may not have such a happy beginning, but that doesn't make you who you are. it is the rest of your story, who you choose to be... So, who are you, Panda? (Soothsayer)
One often finds his destiny on the path he takes to avoid it. (Master Oogway)

Happiness must be taken. And I will take mine. (Lord Shen)

So, when i'll take my own happiness?

Bandung, le 16 Septembre 2011

When You're Gone!

Dari sekian banyak lagu The Cranberries yang saya suka, ada tiga lagu yang paling saya suka. Maka senang sekali ketika Juli lalu bisa mendengar dan melihat Tante Dolores di depan mata dan menyanyikan lagu-lagu favorit itu. Sayang sekali, satu lagu favorit nggak dibawakan di gelaran Java Rockin'land. Memang terlalu sedih sih lagunya. Mungkin Tante Dolores takut banyak yang menyayat-nyayat nadi, jika ia membawakan tembang rindu yang mengiris hati. Tapi saya sukaaaa.. Aaaaaks.

Ini lagunya:


When You're Gone - The Cranberries


Hold onto love that is what I do now that I've found you.
And from above everything's stinking, they're not around you.

And in the night, I could be helpless,

I could be lonely, sleeping without you.

And in the day, everything's complex,

There's nothing simple, when I'm not around you.

But I'll miss you when you're gone, that is what I do. Hey, baby!

And it's going to carry on, that is what I do. Hey, baby...

Hold onto my hands, I feel I'm sinking, sinking without you.

And to my mind, everything's stinking, stinking without you.

And in the night, I could be helpless,

I could be lonely, sleeping without you.

And in the day, everything's complex,

There's nothing simple, when I'm not around you.

But I'll miss you when you're gone, that is what I do. Hey, baby!

And it's going to carry on, that is what I do. hey, baby... 


Saya juga tidak tahu mengapa saya suka lagu ini. Dulu, saya nggak begitu ngeh dengan liriknya. Cuma merasa kalau lagu ini enak didengar, habis perkara. Lalu, setelah dicermati lagi dan lagi dan lagi dan lagi, saya makin suka dengan lagu ini, dengan lirik yang liris, sedikit berlebihan, tapi juga simpel. Nah loh! Coba aja didengarkan di tengah malam yang sepi dan memang sedang merindukan seseorang. Nah loh!

Bandung, 15 Septembre 2011

Monday, September 19, 2011

Hening


Saya rasa saya memang tidak ditakdirkan untuk diam, selain ketika tidur. 

“Coba, bisa nggak ya aku diem selama perjalanan dari sini (gerbang tol Cileunyi) sampai depan rumah?!”
“Bisa aja sih.”


Dan sejak itu saya mulai diam, sambil melirik penunjuk waktu di dashboard mobil. Kalau tidak salah ingat, itu pukul 21.03. Selama diam itu pula, saya berkali-kali memalingkan wajah untuk melihat penunjuk waktu itu. Demi jagat raya, waktu terasa sangat lambat, padahal si teman memacu kecepatan mobil dengan kecepatan tidak seperti biasa. Kombinasi dari waktu yang terasa lambat, keheningan, dan kecepatan yang 110 - 120 km/jam itu, bisa saya katakan, bukan kombinasi yang bagus. Padahal bisa saya bilang, itu perjalanan tercepat saya dari Jatinangor ke Bandung.

Dan terus begitu selama beberapa menit. 

Ya, hanya beberapa menit. Di jarak yang telah tertempuh 12 km, saya tiba-tiba berkata, “Bosen banget ternyata. Bisa diterusin, tapi ngebosenin banget.”

Setelah saya mengatakan hal itu, saya melanjutkan diam, dia juga masih diam. Dan kata pertama yang si teman ucapkan adalah kata “sorry” di gerbang tol Pasteur, ketika dia mengembalikan kembalian uang bayar tol dengan tangan kiri. Setelah itu, hening lagi, sampai depan rumah saya. Mungkin jaraknya sekira 5 atau 7 km dari gerbang tol itu. 

Dan setelah itu, saya menyadari kalau saya tidak bisa diam. Memang sih, saya tidak secerewet itu. Di rumah pun saya banyak diam, karena lebih banyak menghabiskan waktu sendiri di kamar. Tapi, percayalah, ketika ada orang di sebelah kita, saling kenal, dan tidak ada sepotong percakapan pun antara kita dan orang itu, bisa jadi itu menjadi waktu paling lama yang pernah kita buang. 

Waktu SMA, saya dan teman-teman sedang berkumpul di ruangan ekstrakurikuler. Karena kami senang bercerita ini itu dan seperti ada saja yang harus diceritakan, seorang instruktur bilang kami berisik dan bilang pada kami untuk mencoba diam. Kami mencoba dan memang hanya bertahan sampai lima menit. Sebelum menit kelima, seorang dari kami sudah tidak tahan dan berbicara. Di menit kelima, kami tertawa berbarengan dan mengobrol lagi, mungkin lebih berisik dari sebelumnya. Haha. 

Perihal diam ini pun pernah terjadi di ruang himpunan. Ketika sedang rehat merencanakan sesuatu, maka obrolan-obrolan kami beralih ke hal yang tidak penting. Seorang senior mengajak untuk diam selama beberapa menit. Di menit ketiga atau keempat, ajakannya berubah dari chaos yang lebih lagi. Nah. 

Berada di keheningan yang diciptakan demikian dan bukan di tempat yang semestinya, misalnya tempat yoga dan memang sedang latihan hening, adalah tantangan yang amat berat. Bukan ketika memulai, tapi ketika sudah waktunya mematahkan keheningan itu. Sumpah, susah banget! Produksi suara juga kayaknya malah jadi mandeg. Dan bingung mau bilang apa, karena banyak yang sebenarnya jadi ingin dibicarakan. Aneh. 

Selain hening yang ini, saya pernah berupaya mengosongkan pikiran. Saya pernah berusaha mendiamkan pikiran saya ketika akan tidur. Karena kata orang, supaya relaks. Saya berusaha selama beberapa menit, selama beberapa hari, dan hening pikiran itu tidak pernah terjadi pada saya. Imbasnya, saya malah lelah. Kacau! Hahaha. Kini saya tahu mengapa latihan-latihan demikian itu lama dan mahal. 

Hening itu melelahkan.

Bandung, le 14 Septembre 2011

Multiply

Sebelum blog di Blogspot ini, saya sudah punya beberapa jurnal. Satu di Friendster, satu di Blogspot, satu di Multiply, dan satu di Facebook. Draft yang tidak dipublikasikan berujung di lembaran-lembaran buku dan file-file komputer (termasuk laptop yang hilang). Memang sih, saya tidak terlalu rajin menulis dan memublikasikan tulisan-tulisan saya, tapi lumayan banyak sih. Sering juga dibaca-baca lagi dan, alhasil, malah ketawa-ketawa sendiri. Apalagi ketika baca tulisan-tulisan di Multiply. Galau gilaaaaaaaa! Hahahaha.

Multiply, pada masa itu, memang menjadi andalan kami untuk menuangkan pikiran, kebanyakan cuma curhat sih, tapi ada juga yang sedikit 'berisi'. Kemudian ketika kami sedang sibuk dengan kuliah, akun-akun itu sedikit terlupakan. Dan makin lama, apalagi ketika kebanyakan dari kami hijrah ke blogspot dan Multiply menjadi situs jual beli, semakin sedikit yang bertahan di Multiply. Tapi kami sepakat untuk tidak menutup akun itu. Lumayan untuk dibaca-baca lagi, galau lagi, kenang-kenangan, dan tertawa ketika baca komentar-komentar yang menyertai tulisan-tulisan yang dimuat di sana. Betapa Multiply menjadi salah satu saksi atas satu part hidup kami yang ya-gitu-deh.

Saya baru sadar, kalau dulu saya menulis lebih lepas. Bodo amat orang mau komentar apa, bagus atau tidak, cheesy atau tidak, yang penting ditulis dan di-post. Berbeda dengan sekarang yang lebih menggunakan pertimbangan. Pertimbangan apa? Padahal isi blog-nya juga hampir sama, gitu-gitu aja. :p

Ini contoh tulisan-tulisan beberapa tahun silam yang saya salin dari Multiply:


Hari ini dingin. Hujan semalam hanya menyisakan kabut di pagi hari.

Kamu datang dan pergi seperti kabut itu, sayang.
Cepat sekali pergimu
Seperti awan yang dinaiki oleh Go Han untuk mencari dragon ball
Kamu tahu TGV di Perancis? Nah, itu seperti kamu
Kamu tidak pernah duduk diam
Menghabiskan kopi hitam yang aku buat untukmu
Kamu terlalu sibuk menyambangi waktu di luar sana
Lalu kamu datang lagi, dengan rutinitas yang sama
Dan aku, selalu saja kalah langkah
Aku masih duduk diam menghabiskan teh mint-ku
merentang harap yang kenapa masih ada

Lalu senyap. Padahal ada burung bersenandung. 


Aku Juga Wanita Egois

Aku bersimpuh di bawah purnama malam ini. Dengan keangkuhannya, ia biarkan aku menghamba saja padanya. Kuakui, dari bumi nan jauh ini, ia terlihat cantik. Maka aku relakan diriku untuk juga menghamba padanya, benar-benar.

Kuresapi rasa dengan khidmat. Kuarungi kalbu sejauh aku bisa. Dan tersungkurlah aku dalam rindu. Dalam hina. Aku menangis sejadi-jadinya dalam sunyi. Tak ada air asin yang jatuh, pipiku kering.

Aku menyadari kekalah yang memang harus aku terima. Aku menyadari beban yang hadir karena kesalahanku. Aku menyadari segala sunyi yang harus aku tempuh sendiri. Aku bernyanyi nada minor dengan lirih. Aku susun bait-bait liris untuk merayakan sedih. Aku merajut sendiri hancurku. Aku merangkai sendiri kehancuranku. Aku memindai kehilanganku yang nyata. Aku melepaskanmu dengan rela : berjalanlah kau sejauh Batara Bayu akan membawamu. Ini inginku.

Dan aku tahu, itu semua baik. Baik untukku.


Itu hanya dua contoh sih. Kalau nggak ada kerjaan dan butuh tulisan untuk ketawa-ketawa, bolehlah kunjungi Multiply saya. :D

Bandung, le 13 Septembre 2011

Reminiscing

Kadang juga bingung sendiri sih, kenapa ngeliat foto bahagia malah jadi sedih, mellow, galau, apalah itu. Hadahh, repottt. Atau cuma saya ya yang kayak gitu? Sering banget kalo lagi nggak ada kerjaan (yang harusnya dicari. :p), saya malah buka Facebook dan liat-liat foto yang saya upload atau di-tag oleh teman-teman. Dan, ya itu, kadang-kadang malah bikin suasana hati nggak karuan. Padahal, mungkin cuma foto duduk-duduk di kampus atau ngobrol ngalor-ngidul di kost-an teman.

Gossip! 

Tempat nongkrong andalan: belakang gedung 1

Edisi Cipatujah
Dukungan moril yang tidak terhingga
Tahun Baru 2008 - Yogyakarta
HAMEJE!
Tahun baru 2009 - Bogor
Diskusi agama di Bukit Bintang. :)))
Otak somplak
He to the don. Hedon.
Edisi Cibuaya
Dari foto-foto itu saya bisa sedikit mengingat suasana saat itu, percakapan-percakapan yang terjadi, atau apapun yang menyertainya. And maybe, it was our gold old days. Belum tentu bakal kejadian lagi di suatu masa yang akan datang. Jikapun ada, mungkin tidak akan seintens yang telah lalu. Memang harus sadar bahwa waktu-waktu itu adalah waktu terbaik ketika kita baru beranjak dewasa. Mungkin itu yang membuat mellow, kangen teman-teman. Yah, semoga sering-sering aja ada yang nikah, jadi bisa sering-sering ketemu. :D

Pernikahan perdana #jurnal05
Ah, emang nggak cukup deh hanya satu tulisan kalau menyangkut tentang teman-teman. Terlalu banyak waktu yang saya habiskan dengan mereka, yang tidak saya sesali. :)

You don't take a photograph. You ask, quietly, to borrow it. - Author Unknown


Bandung, le 12 Septembre 2011

*photos by Kania, Ardhy, Mas Budi, Adit, dll.



Friday, September 16, 2011

Tut, Tut, Tut, Butut!

Setiap pergi dan pulang ke kampung halaman memang ada saja ceritanya. Tahun lalu, cerita yang menggila adalah durasi pergi mudik yang mencapai 28 jam karena jalanan yang rusak dan perbaikan yang belum selesai. Cerita berangkat mudik tahun ini diisi oleh perbincangan mbak-mbak di bangku belakang. Maka ini adalah cerita (omelan) pulang ke Bandung dengan kereta ekonomi.

Ceritanya, ibu saya sedang hobi sekali naik kereta api. Sudah dua kali pulang ke kampung halamannya, ibu mengandalkan alat transportasi itu. Sayangnya, PT KAI tidak melayani perjalanan langsung Cepu-Bandung ataupun sebaliknya. Maka, untuk mencapai Bandung, kami harus menuju Semarang, transit beberapa jam, lalu naik kereta jurusan Semarang-Bandung. Maka pada hari Sabtu yang cerah itu, saya diutus Ibu untuk membeli tiket kereta.

Rupanya arus balik belum juga usai. Kalau Pemerintah menetapkan Idul Fitri tanggal 31 Agustus, berarti ketika itu sudah H+10, tapi stasiun -apalagi stasiun kecil seperti Cepu- masih dipadati oleh pemudik yang mencari tiket dan menunggu kereta ke kota asal. Kebanyakan tujuan mereka adalah Jakarta, ibukota dengan daya tarik mahadahsyat untuk pekerja.

Saya beruntung tiket kereta Semarang-Bandung kelas eksekutif belum penuh. Yang menjadi masalah justru tiket Cepu-Semarang kelas bisnis yang sudah habis terjual. Ada dua kereta yang melayani perjalanan Cepu-Semarang. Yang pertama adalah Rajawali untuk kelas bisnis dan eksekutif. Yang kedua adalah KRL Blora Jaya yang khusus kelas ekonomi. Dengan beberapa pertimbangan, saya membeli tiket kelas ekonomi. Saya pikir, Cepu adalah stasiun kedua yang dihampiri oleh Blora Jaya, harusnya tidak penuh-penuh amat. Lagi pula, mbak penjaga loket bilang kalau tiket yang dijual dibatasi. Aman, pikir saya, tidak akan terlalu penuh, mungkin Ibu masih bisa dapat tempat duduk.

Singkat cerita, kereta lalu datang. Dari luar kelihatan masih beradab, kosong, dan tidak umpel-umpelan. Pintu kereta dibuka dan, selamat menghadapi kenyataan, sudah ada beberapa orang yang duduk di bawah. Ketika saya naik, di depan pintu sudah ada seorang ibu yang sedang menyusui balitanya. Orang-orang yang naik sebelum saya belum bergeser, sedangkan orang yang di belakang saya mendorong karena takut tidak kebagian tempat. Pada suasana seperti itu, calon penumpang menjadi gragas, mengerikan. Saya harus berteriak dan memberi tahu orang di belakang saya bahwa ada ibu dan anak kecil yang mungkin terjepit kalau kita tidak bersabar dan naik dengan manusiawi.

Perjalanan dimulai, sayang sekali semua bangku sudah penuh. Maka Ibu harus duduk di koper yang kami bawa, sedangkan saya berdiri. Mmm, sebenarnya ini bukan kali pertama saya menaiki kereta ekonomi yang penuh sesak, namun ini kali pertama bagi Ibu. Untungnya durasi perjalanan pendek saja, hanya tiga jam. Di tengah perjalanan, saya tidak bisa gunakan lagi kata 'untungnya'. MENGGILA! Penuhnya bahkan melebihi kereta ekonomi Yogyakarta-Bandung yang pernah saya naiki di kala week-end. Peminat kereta ekonomi ini sangaaaaaaaaaat banyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaak!

Kereta berhenti dan membuka pintu di setiap stasiun kecil, sehingga sepenuh apapun, orang-orang tetap memaksa masuk. CHAOS! Maka perkataan mbak penjaga loket yang bilang bahwa penumpang sudah dibatasi adalah bohong besar. Setiap penumpang di stasiun berikutnya naik, pasti ada erangan dan teriakan dari penumpang yang sudah ada di dalam kereta. Sudah tidak dapat tempat duduk, berdiri, kipas angin mati, gerah, dan harus bersedia kakinya terinjak-injak. Naas.

Memang sih tidak ada orang yang duduk di atap kereta, karena ini kereta listrik, tapi karena itu pula kapasitas di dalam kereta membengkak, jauh di atas kapasitas normal. Petunjuk di pintu gerbong menyatakan kapasitas normal gerbong adalah 64 orang. Dan berapa kapasitas gerbong kala musim mudik seperti itu? Saya tidak tahu pasti, tapi mungkin sepuluh kali lipat kapasitas normal. Bahkan beberapa orang terpaksa berdiri di toilet. Gila!

Kapasitas normal


Masalahnya mungkin memang terletak pada jumlah penduduk Indonesia yang terlalu banyak, pembangunan yang tidak merata, kemakmuran yang belum dirasakan seluruh rakyat, dan transportasi massal abal-abal yang dibuat seadanya. Bagi banyak orang, kereta ekonomi adalah satu-satunya pilihan. Dengan harga murah, mereka bisa pergi hingga ke kota jauh. Sebagai perbandingan, harga tiket kereta ekonomi Cepu-Semarang kala musim mudik adalah Rp 28.000,- sedangkan harga tiket bisnis Rp 100.000,- dan harga tiket eksekutif mencapai Rp 160.000,-.


"Suruh siapa cuma beli tiket ekonomi, ya sebandinglah harga dan kualitas," mungkin demikian ujar beberapa orang. Tapi ya memangnya semua orang mampu beli tiket kelas bisnis atau eksekutif? Memangnya bisa mencegah orang untuk bertemu keluarga-keluarganya di kampung? Hah. Bagi banyak orang Indonesia yang menyenangi ritual, kesempatan mengunjungi keluarga di kampung halaman memang hanya ketika Idul Fitri ditambah dengan momen silaturahim yang ditunggu-tunggu.


Dengan sekian banyak peminat, dari tahun ke tahun, kereta api ekonomi ya begitu saja. Tidak ada perubahan yang berarti, kenaikan kualitas tidak, penurunan sih iya. Perasaan saya, mudik tidak hanya terjadi sekali dalam satu windu atau dasawarsa, tapi terjadi setiap tahun. Dalam setahun pun, kadang-kadang tidak hanya sekali. Apalagi sampai saat ini, kereta api masih dipercaya sebagai moda transportasi teraman untuk mudik. Jumlah kecelakaannya lebih sedikit dan jarang dibanding alat transportasi lain. Sayangnya tidak ada perhatian khusus bagi masyarakat yang mengandalkan kereta kelas ekonomi. Mengapa sih tidak tambah armada atau tambah jadwal perjalanan ketika musim mudik begitu? Tega banget kayaknya baca berita tentang orang sumpek-sumpekan di kereta api, beberapa bahkan sampai pingsan.
 
Saya sering bertanya-tanya, apakah SBY, Menteri Perhubungan, atau petinggi-petinggi PT KAI pernah naik kereta kelas ekonomi macam ini? Bisa tidak sih dia sidak yang benar-benar sidak? Menggunakan topeng sehingga benar-benar tidak dikenali orang, tanpa pengawal, sehingga ia bisa blusukan, dan tahu keadaan yang sebenar-benarnya tentang transportasi massal ini? Jika dia tahu, apa dia tidak peduli? Jahat nian.


Bandung, le 11 Septembre 2011

Stasiun Semarang Tawang

Salah satu stasiun favorit saya adalah Stasiun Semarang Tawang. Toilet yang banyak dan cukup bersih, bangunan tua dan bagus, wi-fi yang lumayan kencang, dan paling sering dikunjungi (sampai saat ini, selain Stasiun Bandung). Satu hal yang tidak saya suka adalah nyamuknya. Nyamuknya ganaaaaas. Oh no!

Stasiun Semarang Tawang diresmikan pada 19 Juli 1868


Long road to Bandung