Thursday, September 15, 2011

Piring Terbang di Pernikahan


Om saya akhirnya menikah. Akhirnya? Ya, setelah 47 tahun perjalanan hidupnya. Pretty old, huh?
Entah bagaimana mulanya ia memustuskan menikah. Setelah dekat dengan beberapa perempuan. Beberapa direstui ibunya, tapi ia tidak begitu sreg. Ada yang sangat sreg, tapi tidak direstui ibunya. Yang ini, dua-duanya sreg. Dan setelah kematian eyang saya, akhirnya dia menikah.

Dan baru kali ini saya menghadiri pernikahan di Cepu, daerah asal ibu saya. Saya sempat bingung, karena cukup berbeda bagaimana orang di sana dan di kota-kota besar ketika mengadakan perayaan pernikahan. Ketika saya menggunakan kata ‘perayaan’, jangan dikira itu adalah resepsi besar di gedung, hotel, atau rumah yang biasanya saya hadiri.

Om saya melakukan akad nikah sekira pukul 09.15. Satu jam kemudian, ‘perayaan’ itu habis sudah. Haha. Memang sih masih ada tamu-tamu yang datang bergantian hingga malam hari. Tapi setelah tamu-tamu yang datang dari akad nikah pulang, semua ibu-ibu RT sudah mulai berbenah, membereskan piring-piring dan lain-lain. Cepat sekali prosesnya.

Sehari sebelumnya, saya mendengar ibu saya berbicara dengan kakak sepupunya. Ia bertanya, “Piye dadine? Piring terbang atau prasmanan? Tapi yo wong kene ki urung biasa nek nganggo prasmanan. Ngko dientekno ambek seng ngarep.”*

Nah, di sinilah perbedaannya, tentang penyajian makanan. Di Bandung, saya biasa melihat penyajian makanan berupa stand-stand atau prasmanan. Pramusaji menyajikan beberapa macam makanan dan tamu mengambil sendiri apa yang ingin dimakan dan tidak mengambil apa yang ia tidak inginkan. Sedangkan di sini menggunakan cara “piring terbang”. Saya sempat bingung dan bertanya pada bude saya, apa itu piring terbang?

Ternyata, piring terbang yang ia maksud adalah tuan rumah menyiapkan piring berisi makanan, nasi dan lauk-pauk dalam satu piring, setelah piring terisi, baru dibagikan kepada tamu-tamu yang datang. Jadi, tamu yang datang menerima saja apa yang ada di piringnya. Suka tidak suka, mau tidak mau. Kalau mau, ya dimakan, kalau tidak, ya disingkirkan saja.

Bapak-bapak sedang estafet piring terbang pada tamu

Hooooo.


Om dan Tante (yang baru). God bless them. 
Mereka mungkin pengantin paling santai sedunia raya. Om nggak sibuk menghapalkan ijab-kabul untuk akad. Om dan istrinya tidak menyiapkan baju pengantin seperti layaknya pengantin baru. Hahaha. Itu baju koko warna putih aja saya yang menyetrika. -_-

Whatever, Om, may God bless you and your new family. Semoga cepat ada sepupu baru yang bisa diunyel-unyel sama kakak-kakaknya yang blangsak ini. Haha.


A man in love is incomplete until he has married. Then he's finished. - Zsa Zsa Gabor



Cepu, le 9 Septembre 2011




* "Gimana jadinya? Piring terbang atau prasmanan? Tapi orang sini belum biasa kalau pakai prasmanan. Nanti dihabiskan oleh yang mengambil duluan."

No comments:

Post a Comment