Tepat di tengah Agustus, kami mengantri tiket kereta. Ibu dan saya membeli tiket kereta jurusan Solo, jalur yang sudah tidak pernah kami gunakan lagi sejak ada bis yang langsung menuju Cepu. Tapi kali ini, kami harus kembali merasakan berganti-ganti kendaraan untuk segera sampai ke tujuan kami, kampung halaman ibu saya. Malam itu, kami melakukan perjalanan mendadak karena ada berita menyentak disertai suasana hati yang terhentak.
Berita itu memang seperti sudah ditunggu, keadaan Mbah memang tidak membaik sejak setahun lalu. Tapi siapa yang mengira, kematian memang selalu datang mendadak, bukan? Sedetail apapun dipersiapkan, tapi tetap saja akan menjadi kejutan. Kejutan yang menyedihkan? Entahlah. Bagaimana bisa sedih jika orang yang meninggal telah siap, menjadi bahagia di alam sana, bahkan terbebas dari segala bebannya?
Perjalanan menyusuri sebagian jalur selatan Jawa itu memang menyesakkan, apalagi buat Ibu. Terakhir bertemu dengan ibunya adalah tahun lalu, beberapa minggu setelah Lebaran. Dan kini, di pertengahan Ramadhan di tahun berikutnya, ia harus mengunjungi rumah Mbah yang baru, tanpa bisa cium tangan dan pipi seperti di pertemuan biasanya. Namun, ketiadaan Mbah memunculkan keberadaan kakak-beradik yang lama tak kumpul komplit. Itu kabar baik. :)
Ketika saya mengunjungi kediamannya yang baru, saya berbisik pada Mbah, "Mbah, aku sudah wisuda." Dan entah apa yang Ibu bisikkan kepadanya. Yang pasti, ada yang aneh dari Lebaran kali ini yang tanpa kehadirannya.
Mbah, sugeng riyadin. Nyuwun pangapunten lahir lan batin. Mugi mengko saget rembug malih, nggih.. :)
*kutipan pembicaraan saya dan Mbah bisa dilihat di sini.
Berita itu memang seperti sudah ditunggu, keadaan Mbah memang tidak membaik sejak setahun lalu. Tapi siapa yang mengira, kematian memang selalu datang mendadak, bukan? Sedetail apapun dipersiapkan, tapi tetap saja akan menjadi kejutan. Kejutan yang menyedihkan? Entahlah. Bagaimana bisa sedih jika orang yang meninggal telah siap, menjadi bahagia di alam sana, bahkan terbebas dari segala bebannya?
Perjalanan menyusuri sebagian jalur selatan Jawa itu memang menyesakkan, apalagi buat Ibu. Terakhir bertemu dengan ibunya adalah tahun lalu, beberapa minggu setelah Lebaran. Dan kini, di pertengahan Ramadhan di tahun berikutnya, ia harus mengunjungi rumah Mbah yang baru, tanpa bisa cium tangan dan pipi seperti di pertemuan biasanya. Namun, ketiadaan Mbah memunculkan keberadaan kakak-beradik yang lama tak kumpul komplit. Itu kabar baik. :)
Ketika saya mengunjungi kediamannya yang baru, saya berbisik pada Mbah, "Mbah, aku sudah wisuda." Dan entah apa yang Ibu bisikkan kepadanya. Yang pasti, ada yang aneh dari Lebaran kali ini yang tanpa kehadirannya.
Mbah, sugeng riyadin. Nyuwun pangapunten lahir lan batin. Mugi mengko saget rembug malih, nggih.. :)
*kutipan pembicaraan saya dan Mbah bisa dilihat di sini.
Bandung, le 2 Septembre 2011
No comments:
Post a Comment